Pages

Ads 468x60px

Saturday, December 25, 2010

Kilas Balik Perekonomian Global : Kemanakah Arah Perekonomian Indonesia di 2011?

Julukan Amerika Serikat sebagai negara superpower sudah patut untuk dikaji ulang, dalam bidang ekonomi lebih spesifiknya. Sebagai bukti, perekonomian negara digdaya tersebut hampir ambruk ketika krisis sektor keuangan menghantam, puncaknya tahun 2007. Pemerintah US sudah mengucurkan total dana sekitar $ 11.6 triliun, termasuk paket stimulus perekonomian senilai $ 787 miliar. Bahkan raksasa-raksasa korporasi kelas dunia, seperti Citigroups, Lehman Brothers, American Insurance Group (AIG), Fannie Mae, dan Freddie Mac tak luput dari tuntutan Chapter 11(US bankruptcy code).

Tahun 2010 merupakan masa konsolidasi korporasi-korporasi, yang ditandai dengan maraknya corporate action baik berupa merger maupun akuisisi. Hal tersebut dilakukan sebagai tindakan business rebalancing dalam rangka recovery atas krisis yang terjadi sebelumnya.

Negara-negara di Eropa yang terkenal dengan kemapanan dan kestabilan perekonomiannya juga mengalami guncangan hebat di tahun 2010 ini. Krisis di negara Eropa ini spesifiknya adalah krisis defisit anggaran pemerintah (government sovereign debt) dengan timbunan hutang yang teramat besar. Tak pelak lagi, lembaga-lembaga pemberi rating utang men-downgrade rating utang negara-negara di Eropa.

Krisis utang di Eropa ini berpusat di Yunani, yang diakibatkan tingginya cost of debt yang ditanggung pemerintahnya. Betapa tidak, sejak tahun 1993 rasio utang terhadap PDB negara tersebut secara terus menerus berada diatas 100%. Negara-negara Uni Eropa dan IMF kemudian mengucurkan dana untuk menstabilkan keadaan Yunani dalam jumlah tak kurang dari €110 miliar. Berikut disajikan tabel perbandingan total hutang terhadap GDP negara-negara di Eropa tahun 2009.



Akibat dari krisis yang melanda Amerika dan Eropa tersebut, aliran dana mengalir deras ke negara-negara berkembang (emerging market) di Asia. Indonesia adalah salah satu negara yang kebanjiran likuiditas akibat krisis tersebut. Hal tersebut terjadi mengingat Indonesia hanya terpengaruh sedikit oleh krisis global tersebut. Tingkat pengembalian (return) modal di Indonesia juga terbilang sangat tinggi. Bahkan tingkat bunga (coupon) Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang bisa dikatakan sebagai instrumen investasi yang bebas dari resiko (risk free asset) mencapai 7.95% annually.

Lalu kemanakah arah perekonomian Indonesia di 2011? Secara umum menurut saya, tren masih tidak ada yang jauh berubah dibandingkan 2010. RAPBN 2011 sudah memproyeksikan pertumbuhan PDB sebesar 6,4%. Bank Indonesia meramalkan pertumbuhan ekonomi antara 6-6.5% di 2011.

Salah satu momok dari pertumbuhan ekonomi adalah inflasi. Inflasi menurut saya akan mulai tidak terkendali di 2011 ini. Ini didorong oleh tingginya domestic consumption Indonesia. Inilah salah satu buruknya pertumbuhan ekonomi yang disokong oleh konsumsi dalam negeri yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pihak BI kemungkinan tidak akan mempertahankan terus menerus BI rate di angka 6.5%, kemungkinan akan ada tren naik dalam rangka pengendalian inflasi tersebut.

Aliran dana asing akan terus mengalir ke dalam negeri akibat tingginya tingkat pengembalian investasi di Indonesia. Apalagi bila lembaga pemberi rating dunia meng-upgrade rating Indonesia ke Investment Grade. Perusahaan aset manajemen dan hedge fund asing akan terus mengarahkan perhatiannya ke Indonesia.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai indikator pasar saham di Indonesia masih akan terus melaju, angka indeks 5.000 bukan merupakan kemustahilan untuk dicapai tahun depan. Emiten sektor energi dan komoditas masih akan menjadi pemimpin pergerakan indeks di tahun depan, dengan driver kenaikan harga minyak bumi dan komoditas dunia yang lain.

Untuk harga minyak dunia, angka $120 per barel juga kemungkinan akan tercapai di tahun depan. Fase ekspansi perusahaan-perusahaan di tahun depan yang akan meningkatkan kebutuhan energi menjadi penyebabnya. Bahkan saat ini saja harga minyak juga sudah mulai melambung diatas $ 90 per barel.

Namun tantangan perekonomian di Indonesia adalah kesenjangan antara sektor finansial dengan sektor riil. Pemerintah tetap tidak mampu menggerakkan sektor riil dengan aliran dana masuk yang sangat besar tersebut. Saya tidak tahu apakah ini disebabkan oleh ketiadaan instrumen pemerintah atau karena tidak adanya goodwillingness pemerintah. Menurut saya sih, Indonesia tidak akan mampu untuk maju selama masih dikuasai oleh politisi, bukan orang pintar! :p


Arman Boy

founder AB Capital

Monday, December 13, 2010

Menggugat Keberadaan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ)

Sekitar sebulan lalu Saya berkunjung ke daerah asal Saya di pedesaan dan berkomunikasi dengan beberapa petani mengenai permasalahan yang mereka hadapi. Menurut mereka, ada 2 permasalahan utama yg dihadapi petani, yaitu:harga pupuk dan harga jual produk pertanian yang sangat tidak stabil.

Untuk harga pupuk, masalah ketidakstabilan harga itu disebabkan oleh ketidakberesan dari distribusi. Selain itu beberapa spekulan nakal juga kerap ikut mempermainkan harga dengan cara menimbun di gudang sehingga menimbulkan kelangkaan dan akibatnya harga akan melonjak naik. Inilah kegagalan utama dari pemerintah Indonesia, khususnya menteri perdagangan, dalam menyejahterakan rakyat.

Yang menjadi perhatian utama saya adalah mengenai harga jual produk hasil pertanian yg tidak menentu. Menurut mereka tidak jarang dalam waktu sebulan saja, harga pasar suatu hasil pertanian menurun sampai 50%. Bahkan sangat sering harga jual tidak sanggup menutupi Harga Pokok Penjualan (HPP) atau istilah kerennya dalam Akuntansi adalah Cost of Goods Sold(COGS).

Melihat permasalahan ini, saya teringat dengan keberadaan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Mengapa disana belum ada disediakan pasar berjangka untuk komoditas pertanian strategis yang ada di Indonesia? Yang ada selama ini malah indeks saham yang diperdagangkan disana, yang menurut saya keberadaannya di Indonesia tidak lebih dari pasar judi yang dilegalkan. Saya tidak yakin kalau ada investor yang bermain di indeks saham di Indonesia untuk tujuan hedging atau lindung nilai. Sayangnya saya tidak punya akses untuk mendapatkan data valid tentang investor di BBJ.

Pasar berjangka itu adalah tempat memperdagangkan kontrak berjangka dari suatu produk. Sederhananya jika misalnya Saya adalah petani padi dan anda adalah pembeli. Padi saya akan panen sekitar 3 bulan lagi, namun padi tersebut sudah dapat saya jual pada anda hari ini dengan harga yang disepakati hari ini juga. Jadi saya tidak perlu khawatir lagi dengan ketidakpastian harga pasar karena kita sudah membuat kesepakatan hari ini. Bila panen nanti sudah tiba, anda akan membeli hasil panen saya dengan harga yang kita sepakati sebelumnya. New York Mercantile Exchange (NYMEX) adalah contoh pasar berjangka untuk minyak dunia (oil).

Nah, disinilah pentingnya peran dari bursa berjangka untuk menyediakan pasar seperti ini. Memang di Indonesia sudah ada Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), tapi komoditas yang diperdagangkan hanya kontrak emas (gold) serta indeks saham . Menurut saya, kedua komoditas ini malah tidak terlalu penting bagi masyarakat. Keduanya hanya dijadikan ajang spekulasi oleh orang-orang rakus nan tamak. :p

Thursday, September 16, 2010

An Introduction to Foreign Exchange Markets & Exchange Rates - Purchasing Power Parity

Pasar mata uang (foreign exchange/forex) adalah pasar keuangan terbesar di dunia yang memperdagangkan nilai tukar mata uang yang satu dengan yang lain. Pasar ini terkenal sangat likuid dan berjalan terus selama 24 jam dalam sehari mulai dari pukul 5 pagi GMT pada hari Senin hingga jam 22:00 GMT pada hari Jumat. Berdasarkan data dari Bank For International Settlemet pada April 2007, rata-rata harian dari perputaran uang di pasar ini adalah sekitar US$ 3.97 trillion atau sekitar Rp 35.820 triliun dengan asumsi kurs Rupiah Rp.9.000.

Perdagangan mata uang ini dilakukan melalui over-the-counter market atau perdagangan melalui konter meja langsung. Para dealer yang memfasilitasi perdagangan tersebut terhubung melalui suatu system komunikasi elektronik, contohnya adalah jaringan yang disediakan Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunications (SWIFT).

Pemain utama dari pasar ini adalah eksportir, importir, dan trader (lebih tepatnya spekulator). Untuk eksportir, pasar keuangan ini dibutuhkan untuk mengkonversi uang yang diterimanya dalam bentuk mata uang asing ke bentuk mata uang domestik. Sedangkan untuk importir adalah mengkonversi mata uang lokal ke mata uang asing yang akan digunakan untuk membeli barang yang akan diimpor tersebut. Sedangkan para spekulan menggunakan pasar ini untuk mendapatkan keuantungan dari perubahan nilai tukar yg terjadi di pasar.

Ada 2 jenis perdagangan mata uang yang dikenal, yaitu : spot dan forward. Spot trading adalah perdagangan yang terjadi “on the spot” atau transaksi dilakukan dalam jangka waktu 2 hari kerja. Sedangkan forward trading adalah perjanjian untuk melakukan pertukaran mata uang pada waktu yang akan datang, umumnya jatuh tempo dalam waktu 12 bulan ke depan.

Purchasing Power Parity

Setelah memahami sedikit tentang pasar mata uang asing, kemudian muncul pertanyaan yang sedikit mendasar: “dari manakah datangnya nilai pertukaran antara mata uang tersebut?” Untuk menjawab pertanyaan ini, dikenal adanya teori Absolute Purchasing Power Parity dan Relative Purchasing Power Parity.

1. Absolute Purchasing Power Parity

Logika dari teori ini adalah bahwa harga komoditas mempunyai cost yang sama tanpa memedulikan mata uang yang digunakan untuk membeli atau menjual komoditas tersebut. Contohnya harga sekilo buah apel di Indonesia adalah Rp.40.000,- dan nilai mata US$ terhadap rupiah adalah 9.000, maka harga sekilo buah apel di Amerika adalah 40.000/9.000 = US $ 4.44.

Logika lain dari teori ini adalah bila harga komoditas diantara 2 negara yg berbeda mata uang tidak sama, maka ada peluang untuk melakukan arbitrase untuk mengambil keuntungan dari selisih harga. Pada contoh diatas misalnya harga buah apel di Amerika adalah US$ 5, maka seseorang bisa mengambil keuntungan dengan membeli di Indonesia sekilo seharga Rp 40.000, kemudian menjualnya di Amerika seharga US$ 5. Kemudian uang US$ 5 trsebut ditukar ke rupiah menjadi 5*9.000 = Rp.45.000. Berarti dengan melakukan arbitrase tanpa resiko tersebut, seseorang bisa mengambil keuntungan sebesar Rp.5000 dari per kg buah apel. Jadi dengan teori ini, peluang arbitrase tersebut tidak akan ada karena cost dari semua komoditas adalah sama di semua negara.

Namun dalam teori ini, ada 3 asumsi yang harus dipahami di belakangnya :

a. Tidak ada biaya transaksi yg terjadi dalam perdagangan tersebut, misalnya : biaya transportasi, asuransi, dll.

b. Tidak ada pengenaan tariff atau pajak dalam transaksi tersebut.

c. Komoditas yang adaa di berbagai Negara itu harus identik sama, misalnya apel yg ada di Indonesia dan Amerika harus persis sama.

2. Relative Purchasing Power Parity

Dalam teori ini, angka inflasi digunakan sebagai pengukur dalam menentukan nilai tukar mata uang. Contohnya nilai tukar Rupiah terhadap US$ saat ini adalah 9.000. Diprediksi inflasi di Indonesia tahun ini adalah 5%, sedangkan di Amerika adalah 1%. Berarti bila dibandingkan secara relatif harga komoditas di Indonesia dibandingkan di Amerika akan meningkatkan sebesar 5%-1%=4%. Dengan demikian diprediksi nilai tukar Rupiah terhadap US$ akan meningkat menjadi 9.360(9.000*1.04).

Wednesday, March 24, 2010

Mengenal Seluk Beluk Reksadana : Apakah Merupakan Investasi yang Bebas Resiko?

Seorang teman yang awam tentang investasi pernah bertanya pada saya “Apakah investasi di reksadana bebas resiko dan pasti memberikan return diatas deposito? Kalau iya, saya akan menginvestasikan seluruh deposito saya saat ini kedalam reksadana”. Sejenak saya berpikir untuk menjawab pertanyaan ini.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa reksadana itu dan jenis-jenisnya apa saja. Karena jenis reksadana juga menentukan tingkat resiko yang ada di dalamnya.


Jenis – Jenis Reksadana

Reksadana (mutual fund) sederhananya adalah anda menyerahkan dana anda untuk dikelola oleh manajer investasi. Pihak manajer investasi akan mendapatkan fee atas pengelolaannya, sedangkan investor akan mendapatkan capital gain atas investasi tersebut.

Saat ini sudah banyak tersedia berbagai macam produk reksadana di pasaran. Untuk jenis dan karakter resiko yang ada di dalamnya, kita akan membahas satu per satu.


1. Reksadana Pasar Uang / Money Market Fund

Pada jenis reksadana ini, dana diinvestasikan pada instrumen yang bersifat utang dengan jangka waktu jatuh tempo yang pendek, umumnya kurang dari setahun. Reksa Dana jenis ini harus melakukan alokasi investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat utang. Contoh instrumen investasinya adalah : Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito, atau obligasi yang akan jatuh tempo kurang dari satu tahun.

Oleh karena diinvestasikan pada pasar uang, tingkat return yang ditawarkan pada reksadana pasar uang umumnya hanya sedikit berada diatas bunga deposito. Kalau begitu, apa bedanya dengan deposito? Dalam reksadana pasar uang ini, tingkat bunga yang ditawarkan tetap diatas bunga deposito umumnya. Karena selain diinvestasikan pada deposito, dana pada reksadana ini juga diinvestasikan pada obligasi yang jatuh tempo kurang dari setahun dan SBI. Tentu obligasi dan SBI memberikan bunga diatas deposito.

Selain itu, besarnya tingkat bunga deposito orang pribadi dengan dana kecil berbeda dengan manajer investasi dengan dana yang besar. Pihak bank biasanya akan memberikan bunga yang lebih tinggi terhadap deposito dengan dana yang besar. Dengan kata lain, pihak manajer investasi dengan bank bisa menegosiasikan tingkat bunga deposito yang menguntungkan deposan .



2. Reksadana Pendapatan Tetap / Fixed Income Fund

Pada dasarnya, jenis reksadana ini hampir mirip dengan reksadana pasar uang, yaitu dana investor akan diinvestasikan pada efek yang bersifat utang (debt). Namun dalam reksadana pendapatan tetap, efek utang yang diinvestasikan adalah berjangka waktu lebih dari satu tahun dengan alokasi minimal 80%.

Manajer investasi akan menggunakan dana untuk membeli obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan atau negara. Dana yang diinvestasikan tersebut akan memperoleh bunga (interest) yang teratur setiap jangka waktu tertentu. Dan saat obligasi tersebut jatuh tempo, pokok dari dana yang diinvestasikan tersebut akan dikembalikan.

Oleh karena portofolio investasinya sebagian besar adalah obligasi, maka jenis reksadana ini mempunya resiko yang sedang atau moderat. Suku bunga pasar, atau BI rate yang berlaku, sangat menentukan tingkat pengembalian pada jenis reksadana ini. Pada saat bunga naik, harga obligasi, yang mengambil alokasi terbesar portofolio investasi reksadana pendapatan tetap, akan turun. Akibatnya, keuntungan reksa-dana pendapatan tetap juga akan ikut menurun. Sebaliknya pada saat suku bunga menurun, harga obligasi justru akan terkerek naik. Akibatnya, tingkat pengembalian jenis reksadana ini juga akan meningkat.



3. Reksadana Campuran / Discretionary Fund

Seperti namanya, dalam reksadana ini manajer investasi akan mencampur investasi dalam efek utang, pasar uang, serta saham. Adapun alokasi atau porsi dari besarnya penempatan dana yang akan diinvestasikan pada masing-masing instrumen akan ditetapkan oleh manajer investasi. Porsi alokasi dana tersebut akan dijelaskan dalam prospektus.

Tingkat pengembalian dan resiko pada jenis reksadana ini akan berbeda-beda, tergantung porsi alokasi penempatan dananya. Semakin besar persentase alokasi dalam saham, maka akan semakin besar peluang mendapatkan return yang tinggi, tentu sejalan juga dengan resikonya yang semakin besar.



4. Reksadana Terproteksi / Protected Fund

Reksa dana terproteksi saat ini merupakan termasuk salah satu tipe reksa dana yang cukup populer dalam keadaan pasar yang tidak pasti seperti saat ini. Para investor kebanyakan memilih reksa dana tipe ini karena memang relatif lebih aman dibandingkan reksa dana tipe lain. Reksadana ini memang menawarkan resiko yang relatif lebih kecil dengan potensi return yang lebih besar.

Reksa Dana Terproteksi adalah reksa dana yang selain memberikan potensi tingkat pengembalian, juga bertujuan untuk memberikan proteksi investasi pada saat jatuh tempo melalui mekanisme investasi dalam reksa dana tersebut. Proteksi itu timbul bukan karena ada pihak ketiga yang memberikan proteksi, melainkan karena reksa dana tersebut berinvestasi pada instrumen tertentu yang bersifat aman.

Reksa Dana terproteksi umumnya berinvestasi pada obligasi untuk dapat memberikan proteksi atas investasi awal. Hal tersebut dilakukan karena harga obligasi pada saat jatuh tempo akan kembali kepada par nya. Dengan adanya kepastian harga tersebut dan memperhitungkan jumlah kupon yang akan diterima sebelum obligasi jatuh tempo, manajer investasi dapat menghitung berapa jumlah obligasi yang harus dibeli pada saat awal supaya pada saat jatuh tempo nanti uang yang diterima dari hasil pelunasan obligasi beserta seluruh kuponnya akan sanggup menutupi nilai investasi awal. Sisa dana yang tidak dibelikan obligasi dapat digunakan untuk menutup biaya-biaya dan juga bisa dibelikan tambahan obligasi atau instrumen investasi lain yang dapat memberikan potensi return.


5. Reksadana Syariah / Syaria Fund

Dalam reksadana jenis ini, dana diinvestasikan pada efek-efek yang memenuhi ketentuan syariah. Saham yang terkandung dalam reksadana akan disaring dan dipilih oleh manajer investasi. Karena tidak semua saham yang ada di bursa itu memenuhi syarat atau kriteria syariah. Oleh sebab itu, manajer investasi harus melakukan screening dan filtering.

Screening adalah memilih saham dari perusahaan yang bergerak dalam bisnis tertentu. Perusahaan dilarang bergerak dalam bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, misalnya :

-Perusahaan jasa keuangan yang memberikan bunga kepada nasabah
-Perusahaan yang menjual alkohol, daging babi, atau komoditas haram lainnya
-Perusahaan yang bergerak dalam bidang perjudian atau night club

Filtering adalah melihat rasio atas jumlah penggunaan utang yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Filter dilakukan terhadap rasio dari jumlah total hutang perusahaan terhadap total nilai saham perusahaan tersebut.

Manajer Investasi harus terus memantau kondisi dari perusahaan yang sahamnya dimasukkan dalam portofolio reksadana syariah tersebut. Bila rasio hutang sudah melewati batas yang diperbolehkan, maka manajer investasi harus segera menjual saham tersebut dan mengganti dengan saham lain yang memenuhi kriteria.


6. Reksadana Indeks / Index Fund

Indeks merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu efek tertentu yang tercatat di bursa. Untuk Bursa Efek Indonesia, misalnya dikenal ada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), LQ45, dan Jakarta Islamic Index (JII).

Dalam reksadana indeks, manajer investasi memasukkan dana ke seluruh saham yang menjadi komponen dari indeks tersebut sesuai dengan porsinya masing-masing dalam pengukuran indeks. Prinsip yang dipergunakan disini adalah indexing, yang merupakan bentuk diversifikasi yang paling sempurna. Secara teori, memang diversifikasi sempurna mengikuti suatu indeks tertentu itu memungkinkan. Namun dalam prakteknya, manajer investasi harus tetap melakukan beberapa penyesuaian terhadap indeks dalam penempatan portofolionya.

Karena tinggal mengikuti indeks acuan, manajer investasi tak perlu bekerja keras dalam mengelola reksadana jenis ini. Yang penting, paham bobot masing-masing saham anggota indeks yang menjadi acuan dan menyusun portofolio yang komposisinya mirip dengan bobot masing-masing saham tersebut. Pengelola dana juga tidak perlu melakukan jual-beli saham harian, karena hanya perlu membeli atau menjual saham jika ada investor baru masuk, investor keluar, atau jika bobot suatu saham di dalam indeks berubah. Strategi seperti ini disebut passive investment strategy atau strategi investasi pasif. Karena strateginya pasif, umumnya, biaya pengelolaan reksadana indeks sangat rendah.

Karena tingkat keuntungannya fluktuatif, reksadana indeks ini termasuk jenis reksadana yang mengandung risiko tinggi. Risikonya di atas risiko reksadana campuran, pendapatan tetap, pasar uang, maupun reksadana terproteksi. Tapi, risiko reksadana indeks masih sedikit lebih rendah dibanding reksadana saham. Sebab umumnya, komposisi portofolio reksadana indeks lebih menyebar dibandingkan dengan reksadana saham. Investasi dalam reksadana indeks cocok untuk investor jangka panjang. Sebab, dalam jangka panjang, suatu indeks saham kemungkinan besar akan naik.


7. Reksadana Saham / Equity Funds

Reksadana ini merupakan yang paling agresif diantara seluruh reksadana yang ada. Manajer Investasi akan menanamkan sebagian besar dana ke dalam efek saham. Sisanya bisa diinvestasikan ke dalam instrumen-instrumen investasi pendapatan tetap dan pasar uang.Dana tersebut akan mendapatkan dividend an capital gain jika harga jual diatas harga pembelian.

Sama seperti reksadana indeks, reksadana ini juga mempunyai potensi resiko yang besar. Hanya saja, fluktuasi harga saham dapat dihindari dengan bebas keluar dan masuk dari pasar dengan bebas.


8. Exchange Traded Fund (ETF)

ETF atau Exchange Traded Fund secara sederhana dapat diartikan sebagai Reksa Dana yang diperdagangkan di Bursa. Seperti halnya reksa dana, ETF merupakan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dimana unit penyertaan dicatatkan dan diperdagangkan di bursa seperti halnya saham. Seperti halnya reksa dana konvensional, dalam EFT terdapat pula manajer investasi dan bank kustodian.

Salah satu contoh reksa dana ETF adalah LQ-45. Meskipun harga ETF bisa langsung dapat diketahui saat dibeli dan pembeliannya dilakukan pada saat bursa (tidak melalui MI) tetapi bukan berarti ETF itu saham, ETF berbeda dengan saham, ETF ini memiliki prinsip diversifikasi yang sama dengan reksa dana.

Secara profil resiko, ETF hampir sama dengan reksadana saham karena komponen pengisi portofolio adalah sama. Namun, ETF mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan reksadana biasa. Salah satu kelebihannya adalah masalah likuiditas. ETF dapat dengan mudah dijual di market melalui bursa efek.


Kesimpulan

Pada hakikatnya, tidak ada instrumen investasi yang bebas 100% dari resiko. Walaupun dalam ilmu keuangan, dikenal ada istilah risk free yaitu tingkat pengembalian yang bebas dari resiko. Contoh instrumen yang dikatakan bebas resiko misalnya adalah surat utang negara, misalnya Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan Sukuk Ritel.

Sebenarnya instrumen ini juga tidak benar-benar bebas dari resiko, sekalipun memang dijamin oleh negara. Bukankah suatu negara tetap punya peluang untuk bangkrut? Hal itu tetap saja bisa terjadi. Jika kita misalkan terjadi perang yang berkepanjangan dalam suatu negara. Bukan tidak mungkin pemerintah tidak sanggup membayar utang-utangnya.

Bahkan jika anda mungkin kembali ke cara penyimpanan dana yang paling konvensional dengan menaruh uang di bawah bantal atau didalam celengan ayam, tetap ada resiko di dalamnya. Bukankah ada juga peluang bahwa uang anda tersebut dicuri oleh maling? Resiko lain yang paling logis adalah inflasi. Nilai riil dari uang anda akan tergerogoti oleh inflasi.

Dasar dari investasi inilah yang tidak disadari oleh nasabah century yang membeli produk reksadana dari Antaboga.. Sekalipun dana tersebut lenyap karena dicuri oleh pemilik perusahaan, bukankah itu merupakan bagian dari resiko investasi juga? Oleh karena itu, investor seharusnya tidak berhak memaksa pemerintah untuk mengganti dana nasabah yang diinvestasikan di reksadana tersebut.

Jadi, kita sudah dapat membuat kesimpulan bahwa sebenarnya tidak ada investasi yang benar-benar bebas dari resiko, termasuk di dalamnya reksadana dan deposito. Bahkan dengan tidak berinvestasi sama sekali, kita tetap menghadapi resiko inflasi.

Pertanyaan berikutnya “Apakah reksadana pasti memberikan keuntungan diatas deposito?”. Kalau dikatakan pasti, mungkin kita akan menjawab tidak. Namun berdasarkan rata-rata kinerja manajer investasi, semua jenis reksadana mampu memberikan tingkat pengembalian diatas deposito. Dan seberapa besar diatas deposito, itu tergantung jenis reksadana yang anda pilih. Jika anda memilih reksadana pasar uang, tingkat pengembaliannya mungkin hanya sedikit diatas bunga deposito. Namun jika anda memilih reksadana saham, tingkat pengembaliaannya mungkin akan jauh diatas bunga deposito. Tentu resikonya semakin besar juga. Ingat bahwa credo dasar dari investasi adalah “high risk high return”!

Selamat memilih reksadana yang cocok untuk anda!!

Friday, January 8, 2010

Pemerintah Akan Lepas 21% Saham PP, Targetkan Raup Dana Rp 800 Miliar – Rp 1 Triliun.

Pemerintah akan segera melepas saham PT Pembanguna Perumahan di bursa dengan range harga Rp 530 - Rp 900 per saham. Pemerintah memastikan akan menjual 21% saham ke publik melalui IPO dengan target raupan dana sebesar Rp 800 miliar – Rp 1 triliun.

Setelah IPO nantinya, pemerintah akan memiliki 51% saham, karyawan 27,6%, dan publik sekitar 21,4%. Dana hasil IPO 60% akan digunakan untuk pengembangan usaha, dan 40% lagi akan digunakan untuk modal kerja perusahaan. 80% saham akan dialokasikan untuk investor lokal, dan 20% untuk investor asing.

Jamsostek juga dikabarkan sudah mengincar 6,42% saham PT Pembangunan Perumahan. Jumlah ini sesuai dengan apa yang diatur dalam ketetapan pemerintah. Rencananya, Jamsostek akan melakukan pembelian saham PP dalam penawaran saham perdana.

Analis Vibiz Research unit Vibiz Consulting memandang netral untuk saham BUMN ini. Pemerintah akan menetapkan harga IPO mengacu pada price to earning ratio (PER) 15-16 kali. Menurut kami, angka PER itu cenderung sudah diatas rata-rata industri. Namun peluang untuk mendapatkan keuntungan pada perdagangan perdana sangat terbuka lebar, mengingat tingginya permintaan terhadap saham IPO perusahaan BUMN. Investor yang tidak mendapatkan jatah pada IPO, cenderung akan memburu saham di perdagangan saham perdana. Bagi investor yang berniat mengoleksi saham ini, kami sarankan untuk tetap memperhatikan perkembangan kinerja fundamental perusahaan.


Arman Boy

Associate Analyst Vibiz Research Centre