Pages

Ads 468x60px

Tuesday, May 24, 2011

Hedge Funds dan Peranannya Dalam Equilibrium Perekonomian Global

Tudingan negatif sering dilontarkan terhadap pasar keuangan. Dalam berbagai krisisis yang terjadi, pasar keuangan kerap dituding sebagai pemicu, sumber, atau memperparah krisis. Seperti krisis 2007, para hedge fund dituduh sebagai sumber krisis akibat sekuritisasi yang berlebihan pada produk investasi turunan dari kredit property.

Fungsi utama pasar keuangan sebenarnya adalah menjembatani antara pemodal yang memiliki dana lebih dengan entrepreneurs yang membutuhkan modal untuk menjalankan bisnis di sektor riil. Untuk itulah bermunculan produk-produk investasi saham dan obligasi. Dari kedua efek yang bersifat kepemilikan dan utang tersebut kemudian dimunculkan produk turunan seperti: Warrants, Options, CDOs, Future, Forward Contracts, dan banyak lagi produk yang lainnya.

Hedge fund banyak menanamkan modalnya di efek-efek derivative ini untuk mendatangkan keuntungan spektakuler. Leverage yang besar juga merupakan ciri khas dari hedge fund. Gordon Gekko menggambarkan tentang leverage dengan jelas dalam film Wall Street : Money Never Sleeps. Dengan aset sejuta Dolar, anda bisa menggunakan dana hingga seratus juta Dolar untuk bertaruh di pasar keuangan.

Long Term Capital Management (LTCM) adalah contoh gagal suatu hedge fund. LTCM dikomandoi puluhan ahli matematika, fisika, komputer, dan dua orang ekonom peraih nobel, yaitu: Myron Scholes dan Robert C.Merton. Myron Scholes adalah salah seorang penemu Black-Scholes Equation, yaitu model untuk valuasi options. Beberapa partner dari LTCM adalah Profesor di Harvard, Stanford, MIT, dan Doktor dari University of Chicago dan London School of Economics (LSE). Bisnis dan transaksi dijalankan dengan model-model matematika dan statistika yang sangat rumit serta mekanisme perdagangan yang sangat sophisticated. Tahun 1998, mereka mengalami kerugian lebih dari 2 miliar Dolar dalam hitungan minggu.

Tetapi saya memandang bahwa para spekulan dalam pasar keuangan juga memberikan peran yang sangat penting dalam membentuk equilibrium perekonomian global, tentu kita memandangnya harus secara global, bukan per negara. Para spekulator melakukan aksi sell besar-besaran terhadap minyak ketika harga hampir menyentuh $150 per Barel. Para hedge fund lah yang pertama menyadari bahwa bubbling sudah terjadi di pasar komoditas, walaupun mungkin mereka juga yang menciptakan. Aksi ini pada akhirnya akan membuat perekonomian kembali menemukan titik equilibrium baru pasca krisis, walaupun prosesnya memang menyakitkan bagi beberapa negara atau pihak yang dirugikan.

Salah satu instrumen investasi hedge fund adalah dengan mencari peluang arbitrase pada produk-produk keuangan dunia, misalnya dengan memanfaatkan perbedaan suku bunga dan nilai tukar. Mereka mampu melihat peluang arbitrase tanpa resiko dengan menggunakan model-model matematika yang canggih dan rumit, yang mungkin tidak akan bisa dilihat oleh pihak lain. Dengan demikian, hedge fund sudah berperan menciptakan pricing yang efektif dengan menghilangkan mispricing di pasar akibat ketidakefisienan pasar (price disparity). Untuk memahami sedikit tentang teori arbitrase, lihat bagian absolute purchasing power parity (http://armanboy.blogspot.com/2010/09/introduction-to-foreign-exchange_16.html).

Para spekulan juga ikut menciptakan likuiditas di pasar keuangan. Jika tidak terjadi likuiditas yang cukup di pasar keungan, tentu tidak akan banyak pihak yang tertarik mengalirkan dana ke pasar. Pada akhirnya suplai dana juga akan terbatas sehingga sektor riil juga tidak akan bergairah karena ketiadaan modal. Kalau BEI tidak memiliki likuiditas yang cukup, Saya yakin Credit Suisse, JP Morgan, atau Citi Securities tidak akan memasukkan dana miliaran Dolar ke Indonesia. Ya, suka atau tidak suka kita harus mengakui itu karena sekarang kita hidup dalam zaman pasar bebas.

Kita memang harus akui, secara nature, hedge fund itu memang sifatnya sangat spekulatif. Oleh sebab itu ditujukan kepada investor yang bisa dikatakan ‘the have”. Dengan kata lain, walaupun seluruh dana mereka habis, perut mereka tidak akan terancam. Dan jika produk mereka mampu memberikan return yang spektakuler, bukankah pada akhirnya dana itu akan mengalir ke sektor riil? Saya berani mengatakan bahwa tidak mungkin aliran uang hanya akan berputar di sektor keuangan, tetap pada akhirnya akan masuk ke sektor riil. Yang menjadi masalah sekarang adalah, seberapa bubbling dulu dana di sektor keuangan itu sebelum mengalir ke sektor riil? :D

Saturday, May 14, 2011

Hutang Dalam Konsep Personal Finance

Hutang, mungkin kata ini biasa kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, bahkan mungkin sangat dekat dengan kita. Kalau Anda adalah pemegang salah satu kartu kredit, Saya pastikan Anda sangat dekat dengan hutang. Untuk perusahaan, hutang mungkin adalah istilah yang biasa. Anda mungkin sering membaca di koran tentang satu perusahaan yang akan menerbitkan obligasi. Nah, itu adalah surat hutang. Sangat jarang ada perusahaan yang neraca keuangannya melaporkan posisi hutang nol. Yang ingin kita bahas sekarang adalah apakah berhutang itu adalah buruk. Untuk memperjelas, Saya akan membedakan tulisan ini dua bagian, yaitu untuk keuangan personal dan perusahaan. Disini saya akan membahas hutang untuk keuangan personal, untuk perusahaan akan Saya bahas di tulisan berikutnya.

Debt for Personal Finance.

Untuk keuangan personal, hutang umumnya dibagi atas dua berdasarkan tujuannya : hutang konsumtif dan hutang produktif. Hutang konsumtif adalah hutang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi dari manusia. Jadi manusia berutang terkadang bukan hanya untuk kebutuhan saja, tetapi juga untuk memenuhi keinginannya. Mobil, HP, atau barang konsumsi lain yang anda beli dengan kredit adalah contoh untuk hutang konsumtif.Hutang produktif adalah hutang yang digunakan untuk membiayai sesuatu yang bersifat produktif atau menghasilkan. Misalnya Anda meminjam uang dari perbankan untuk membuka warung.

Diantara kedua jenis hutang personal tersebut, yang manakah bersifat baik dan yang manakah bersifat buruk? Secara awam, mungkin kita akan langsung mengatakan bahwa hutang produktif adalah baik, dan hutang konsumtif adalah tidak baik. Tetapi kalau kita pikirkan lebih mendalam lagi, sebenarnya batas antara hutang tujuan konsumtif dan produktif bisa menjadi daerah abu-abu. Saya misalkan jika seseorang yang bekerja menjual jasa konsultasi, membeli mobil dengan cara kredit. Apakah ini adalah digolongkan terhadap hutang konsumtif? Ya tunggu dulu, jangan langsung mengiyakan. Bagaimana kalo misalnya jika mobil tersebut bertujuan untuk menunjang penampilannya sebagai seorang penjual jasa, sehingga dengan mengendarai kenderaan dia kelihatan lebih berkelas, sehingga dia bisa mendapatkan klien banyak dengan lebih mudah. Kalo ceritanya sudah begitu, ya mungkin itu sudah termasuk hutang produktif. Contoh lainnya misalkan seorang trader saham membeli gadget atau perangkat komputer terbaru dengan menggunakan kredit. Itu bisa digolongkan ke hutang tujuan produktif juga. Bukankah perangkatgadget tersebut akan membantu dia dalam melakukan transaksi saham yang didukung olehplatform canggih?

Sayangnya hutang yang banyak dimiliki oleh personal sekarang ini adalah hutang murni buat tujuan konsumtif. Ya, Saya yakin akan hal itu. Membeli gadget canggih hanya buat chatting, ngetweet, dan update status facebook. Membeli mobil hanya biar kelihatan gaya dan gampang menggaet wanita cantik. Ya, Saya juga sebenarnya tidak layak berkomentar untuk hal tersebut. Toh dia membayar kredit tersebut dengan uang orang tua atau uangnya sendiri, bukan uang Saya. Ya, Saya hanya memandangnya dari sudut keilmuan kok, tidak ada unsur sentimentalnya. :p

Utang personal untuk tujuan konsumtif inilah yang Saya perhatikan di masyarakat saat ini. Anda dapat dengan mudah membeli barang dengan kredit saat ini, kartu kredit juga sangat mudah didapatkan. Bahkan karyawan dengan penghasilan dibawah Rp 5 juta bisa mendapatkan kartu kredit platinum dengan limit hingga Rp 50 Juta per bulan. Betapa luar biasanya sektor perbankan kita. Saya prediksi, sekitar 4 atau 5 tahun kedepan kredit sektor konsumsi ini akan meledak di Indonesia, dan bisa memicu krisis ekonomi berikutnya. Jika angka kredit macet (NPL:non performing loan) perbankan meningkat tajam, bank akan mengalami krisis likuiditas. Akan banyak aset masyarakat disita oleh bank untuk melunasi kreditnya yang macet. Akan banyak korban berikutnya yang mati digebukin oleh debt collector. Bahkan mungkin pemerintah harus turun tangan memberikan bailout untuk menyelamatkan likuiditas perbankan. Mungkin semacam krisis akibat subprime mortgage di Amerika tahun 2007 lah. Mudah-mudahan prediksi Saya tidak akan terbukti.

Begitulah baik buruknya berutang itu. Saya tidak mengatakan berutang itu buruk, silahkan saja Anda berutang. Yang tahu tujuan Anda berutang adalah Anda sendiri. Saya tidak berhak untuk mengatakan seseorang yang membeli barang kreditan itu adalah buruk. Saya tidak berhak menghakimi. Kalau Anda merasa sanggup melunasi utang tersebut di masa depan, ya silahkan saja. Asalkan Anda tahu resiko yang ada di dalamnya. Toh sektor perbankan juga tidak akan bergairah kalau masyarakat tidak mau berutang ke bank. Bank Mandiri tidak akan sanggup mendapatkan laba bersih diatas Rp 9 T bila tidak didukung oleh kredit konsumtif. Bila sektor perbankan mengalami kelesuan, mungkin gaji bankir-bankir akan turun, atau mungkin akan banyak teman-teman FEUI saya yang di PHK dari bank.hehehe.

Hidup kapitalisme!!

Arman Boy

founder AB Capital

Saturday, May 7, 2011

Pencucian Uang : Apa dan Bagaimana?

Belakangan ini di Negara kita bermunculan skandal-skandal miring di sektor keuangan, lebih tepatnya mungkin masalah pencucian uang. Kasus pertama yang paling besar adalah kasus Gayus Tambunan yang menjual jasa di proses pengadilan banding pajak. Kasus kedua adalah skandal penggelapan dana deposito Elnusa oleh Direktur Keuangan Santun Nainggolan, yang berhasil menilep dana sekitar Rp 110 M.

Kasus terakhir yang baru mulai diberitakan kemarin adalah penggelapan dana Pemkab salah satu kabupaten di daerah Sumatera Utara sebesar Rp 80 M yang dilakukan oleh oknum pejabat daerah. Dan lucunya, deposito yang digelapkan dalam kasus Elnusa dan Pemkab itu disimpan di bank yang sama, yaitu Bank Mega cabang Jababeka. Hal yang menarik dalam kasus ini adalah, uang haram tersebut sama-sama dialirkan ke instrumen di pasar modal. Saya tidak akan membahas detail dari dari masing-masing kasus disini, karena anda bisa mendapatkannya di media massa.

Secara umum, uang yang dimaksudkan sebagai uang kotor (dirty money) adalah :

  • Uang hasil tindak kriminal (perampokan bank, jual beli manusia, bisnis obat bius, terorisme)
  • Uang hasil korupsi
  • Uang hasil penggelapan pajak (tax evation)

Pencucian uang itu bisa diartikan sebagai proses untuk menjadikan uang kotor menjadi seolah-olah halal dan legal. Proses pencucian uang ini biasanya memakan biaya yang tinggi. Misalnya seorang ingin mencuci uang hasil korupsi dengan memasukkannya ke sistem perbankan Indonesia. Seseorang tersebut mungkin akan menyuap pihak perbankan agar dana tersebut bias disimpan dalam bentuk deposito. Karena menurut regulasi, jika setoran diatas Rp 500 Juta (kalau tidak salah), harus diwawancarai oleh pihak bank untuk mengetahui darimana sumber-sumber dana tersebut. Jadi dalam proses pencucian uang tersebut, pemilik akan melakukan suap terhadap pihak yang berkepentingan.

Salah satu metode pencucian uang yang paling popular adalah dengan memanfaatkan negara-negara yang biasa disebut dengan tax haven country. Metode ini biasa disebut dengan offshore conversion. Uang akan disimpan di negara tersebut dengan mendirikan perusahaan investasi (SPC : Special Purpose Company), dan kemudian dialirkan untuk investasi dengan membeli aset atau perusahaan. Negara yang digolongkan sebagai tax haven country ini memiliki hukum perpajakan yang sangat longgar, bank sangat merahasiakan data nasabah sehingga orang lain tidak mungkin akan mengetahui, serta prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga suatu transaksi bisnis sangat terjamin kerahasiaannya. Negara-negara yang digolongkan sebagai tax haven country tersebar di seluruh dunia.

Negara yang lazim digunakan orang untuk pencucian uang adalah :

  • Afrika : Djibouti, Liberia, Mauritius, Seychelles, Tangier.
  • Asia Pasific : Australian, Cook Island, Guam, Hong Kong, Jepang, Makau, Malaysia, Marianas, Marshall Island, Mikronesia, Nauru, Niue, Filipina, Singapura, Thailand, Vanuatu, Samoa Barat.
  • Eropa : Austria, Andorra, Campione, Siprus, Gibraltar, Guernsey, Hongaria, Irlandia, Sark, Pulau Man, Jersey, Liechttenstein, Luksemburg, Malta, Madeira, Monako, Belanda, Rusia, Swiss, Inggris.
  • Timur Tengah : Bahrain, Dubai, Israel, Kuwait, Lebanon, Oman.
  • Barat : Antigua, Anguilla, Aruba, Bahamas, Barbados, Belize, Bermuda, Virgin Islands, Cayman Islands,Kostarika, Dominika, Grenada, Montserrat, Antilles, St. Vincent, Grenadine, Turki, Kaikos, dan Uruguay.

Fakta menarik dari negara-negara ini adalah perputaran uang melalui pusat-pusat keuangan bebas pajak tersebut adalah sangat fantastis. Tahun 1990 di US, 0,1% dari sekitar 700.000 transfer elektronik setiap hari merupakan pencucian uang, yang nilainya sekitar $ 300 Juta. Itu tahun 1990, sekarang mungkin sudah meningkat hingga 10 kali lipat, mengingat semakin kompleksnya bisnis. Sembilan pusat keuangan di Karibia dihuni oleh setengah jumlah perusahaan asuransi dunia. Cayman Island juga merupakan pusat perusahaan keuangan terbesar kelima di dunia setelah London, New York, Tokyo, dan Hong Kong. Di Antigua, jika memiliki uang $ 1 Juta anda dapat dengan mudah membuka bank tanpa harus membuat laporan dan memenuhi ketentuan hukum, cukup dengan satu ruangan lengkap dengan line telepon. Di Virgin Island, jumlah perusahaan keuangan yang tercatat di wilayah tersebut melebihi jumlah penduduknya. Sudah menjadi rahasia orang-orang yang berkecimpung di dunia keuangan bahwa negara-negara tersebut dipenuhi oleh perusahaan yang hanya ada diatas kertas (paper company), dimana aktivitas bisnis mereka sebenarnya berlangsung di negara-negara lain.

Di dalam negeri, kelompok bisnis Bakrie juga kerap mendirikan bisnis dengan pusat di negara-negara tax haven tersebut. Anda bisa cek di Annual Report PT. Bakrie & Brothers, induk dari semua bisnis keluarga Bakrie. Tapi bukan berarti Saya mengatakan Bakrie sebagai pencucian uang loh. :D

Kasus berhubungan dengan pencucian uang sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Pada masa kucuran dana talangan BLBI dulu, kasus pencucian uang sebenarnya sudah ramai dibahas. Tapi entah mengapa, kasusnya tidak ada satu pun yang tuntas. Ya menurut Saya, kasus pencucian uang ini akan tetap ada di dunia sepanjang peradaban manusia, karena memang greedy itu sudah merupakan sifat dasar manusia. :p. Secanggih apa pun sistem kontrol untuk pencegahan pencucian uang, tetap saja banyak celah di dalamnya. Namanya juga sistem, ya sudah pasti tidak ada yang sempurna.

Arman Boy

founder AB Capital