Pages

Ads 468x60px

Monday, December 31, 2012

Tinjauan Akhir Tahun Ekonomi Politik Indonesia


Kita patut mengangkat jempol kepada tim ekonomi pemerintah yang mampu menjaga pertumbuhan Indonesia tetap positif di tengah guncangan eksternal. Krisis ekonomi dari kawasan Euro dan penurunan harga komoditas memang masih mewarnai pergerakan ekonomi global tahun ini. Guncangan politik dalam negeri juga sangat berwarna tahun ini, namun relatif tidak berpengaruh ke perekonomian, bukti bahwa aktivitas ekonomi belum terpengaruh gonjang-ganjing politik.


Kilas balik 2012


Indonesia memang telah muncul menjadi idola bagi para investor global dalam beberapa tahun terakhir, mereka menyebut dengan istilah “investor darling”. Optimisme terhadap Indonesia didukung oleh limpahan sumber daya alam, tenaga kerja yang relatif murah, dan pertumbuhan masyarakat kelas menengah. Peningkatan stabilitas politik dan implementasi reformasi yang sukses, juga menjadi faktor yang paling utama yang memicu stabilitas makro. Seluruh duniapun mulai melirik dan memuja-muja Indonesia.
Kekuatan ekonomi yang berbasis domestik sudah terbukti mampu mengatasi pelemahan yang terjadi dari luar, walaupun kinerja ekspor memang ikut tertekan akibat penurunan harga komoditas global. Capaian pertumbuhan ekonomi diatas 6% mampu dicapai dengan laju inflasi yang tetap terjaga ditengah kontraksi dan perlambatan yang dialami beberapa negara yang memiliki eksposur kuat terhadap Eropa dan Amerika Serikat. Laju positif ini ditopang oleh sektor konsumsi yang tinggi dan dikombinasikan dengan sektor ekspor dan investasi.
Rating investment grade pun berhasil diraih dari Moodys dan Fitch, membuat aliran modal terus masuk ke dalam negeri. Rating layak Investasi membawa pengaruh besar ke dalam negeri, laju investasi asing terus meningkat mencapai rekor posisi tertinggi. Data BKPM mencatat peningkatan laju aliran investasi asing ke Indonesia, bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah. Realisasi total penanaman modal (Domestic Direct Investment/DDI+Foreign Direct Investment/FDI) pada Q3 2012 adalah sebesar IDR81,8 triliun, terjadi peningkatan sebesar 25,1% bila dibandingkan dengan capaian periode yang sama pada tahun 2011 (IDR65,4 triliun).
Data Euromoney Country Risk (ECR) juga menunjukkan bahwa resiko Indonesia terus mengalami penurunan sepanjang tahun ini, bergerak sejalan dengan India. Loncatan besar dalam penurunan resiko terjadi ketika Indonesia mendapatkan rating investment grade pada akhir 2011 – awal 2012.
Tahun 2012 juga ditandai dengan keberanian pemerintah mengeluarkan regulasi yang kontroversial namun bertujuan yang positif untuk jangka panjang. Satu kata yang tepat menggambarkannya adalah resource nationalism yang semakin meningkat, walaupun sebenarnya mungkin nasionalisme yang sempit. Pembatasan kepemilikan kepemilikan di perbankan, pembatasan dan pelarangan ekspor 65 bahan mineral tambang, dan pembatasan waralaba asing membuat dunia usaha sempat terkejut.
Kebijakan ekonomi politik yang yang ragu-ragu juga mewarnai tahun ini. Pemerintahan yang didukung mayoritas rakyat ternyata tidak menjamin pemerintah lebih berani mengeluarkan kebijakan non-populis. Ketidakberanian pemerintah mencabut subsidi BBM menjadi isu panas, padahal ini adalah hal kritis jika ingin menyelamatkan ruang anggaran pemerintah pusat.
Program ambisius yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang awalnya sempat dipandang pesimis juga ternyata mampu berjalan, setidaknya terlihat dari beberapa proyek yang sudah ground-breaking. Keseriusan pemerintah menggarap sektor infrastruktur Indonesia sudah terlihat.
Di bidang politik, 2012 ditandai dengan menurunnya popularitas The Ruling Party Partai Demokrat akibat kasus korupsi yang menimpa tokoh-tokoh partai, bukti kebenaran tesis the power tends to corrupt. Kekuasaan koruptif ini membuat masyarakat sudah jenuh dengan kondisi perpolitikan Indonesia, yang sekaligus membuka peluang untuk munculnya partai politik yang bisa menawarkan hal baru. Pola pikir masyarakat Indonesia memang masih mengharapkan sosok ratu adil yang mampu menyelamatkan nasib rakyat.
Profil Indonesia di mata dunia juga sudah meningkat, Indonesia mulai dianggap dalam diplomasi level internasional. Kita dapat melihat dari peran sentral Presiden SBY maupun delegasi-delegasi dari Indonesia dalam forum-forum internasional akhir-akhir ini. Indonesia semakin memiliki posisi tawar yang seharusnya berdampak positif untuk bangsa.


Tantangan Indonesia ke depan

Dan tahun depan, tantangan Indonesia masih sangat banyak, ada berbagai macam alasan yang membuat kita bisa optimis dan pesimis terhadap Indonesia.
Kesenjangan antara sektor makro dan riil masih menjadi permasalahan dalam negeri. Mekanisme transmisi kebijakan moneter yang tidak berjalan masih menjadi tren yang tidak teratasi di Indonesia. Suku bunga yang tinggi dan tidak mampu mengikuti interest rate policy dari Bank Sentral adalah permasalahan yang harus dipecahkan. Sebab apapun ceritanya, mesin pertumbuhan ekonomi riil adalah uang, yang tentunya akan efektif jika suku bunga pinjaman perbankan masuk akal.
Keraguan sudah mulai timbul ditengah optimisme yang mulai membesar. Indonesia berada di persimpangan saat ini: apakah akan terus melaju atau malah akan terjatuh di landasan sebelum sempat mencapai kemapanan? Konflik horizontal masih sering terjadi di masyarakat, dan pemerintah terlihat tidak memberikan perhatian khusus. Ini adalah masalah yang serius, seharusnya pemerintah tidak boleh membiarkan begitu saja.
Regulasi yang tidak jelas dan penuh keragu-raguan juga membuat beberapa investor asing mulai pesimis melihat iklim investasi Indonesia. Masalah yang pengusaha hadapi di Indonesia biasanya terkait dengan tumpang tindih dan penafsiran peraturan oleh instansi pemerintah yang berbeda. Sudah kita saksikan sendiri bahwa regulasi pemerintah tak lebih dari sekedar untuk menuruti tuntutan publik tanpa memiliki tujuan jangka panjang yang jelas.
Penyakit kronis korupsi juga masih menjadi hambatan utama pembangunan di Indonesia.
Demonstrasi buruh juga terus bermunculan. Kadin mengemukakan bahwa beberapa perusahaan asing berencana untuk menghentikan produksi di Indonesia akibat situasi perburuhan yang tidak bersahabat. Mereka mengeluhkan akan tenaga kerja yang tidak memiliki skill tetapi banyak tuntutan. Indonesia sudah tidak kompetitif dibandingkan dengan Vietnam dan Kamboja.
Tahun 2013 juga akan ditandai dengan perpindahan regulator sektor keuangan dari BI dan Bapepam-LK ke lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kita berharap banyak terhadap peran regulator baru ini semoga mampu membawa efisiensi ke dalam sektor keuangan.
Tahun depan situasi politik akan memanas menyambut pemilihan presiden 2014. Beberapa kandidat sudah mengambil ancang-ancang saat ini. Diperkirakan situasi akan terus memanas, bahkan aroma tekanan politik tidak sehat sudah mulai terasa di tahap awal verifikasi partai politik saat ini.
Afrika Selatan baru saja mendapatkan musibah penurunan rating dari BBB+ menjadi BBB oleh S&P pada tahun ini akibat aksi mogok berkepanjangan oleh para pekerja pertambangan, termasuk resiko pemilu parlemen dan presiden Afsel di tahun 2014 nanti. Sebulan sebelumnya, Moody’s juga menurunkan rating dari A3 menjadi Baa1.
Ada kemiripan antara Indonesia dengan Afrika Selatan saat ini. Ada kemungkinan, Indonesia juga akan mengalami nasib atau musibah yang sama. Terasa masih ada persoalan struktural mendasar yang harus dibenahi di Indonesia, yang sebenarnya lebih kuat unsur pola pikir dan mental.
Cheers to a new year and another chance for us to get it right!

Thursday, December 27, 2012

If life isn't about human beings and living in harmony, then I don't know what it's about!


Mayoritas orang berargumen bahwa bila Tuhan sudah ditemukan, maka esensi dari seorang manusia ideal akan kita temukan dalam diri orang yang sudah menemukan Tuhan tersebut --walaupun mungkin memang bukan Utopis--. Namun fakta kehidupan paradoks dengan argumen itu, setidaknya apa yang sudah saya lihat di usia yang masih seperempat abad ini.
Ada orang yang berusaha mencari kesempurnaan secara manusiawi --tetap bukan utopis juga--, baru kemudian mencari Tuhan. Namun kebanyakan keidealan secara manusiawi itu tidak akan pernah berhasil dicapai dan ditemukan, sehingga Tuhan tidak akan sempat ditemukan, mengingat umur manusia yang terbatas. Dan saya lebih memilih untuk menjalani kehidupan seperti ini dibandingkan mencari Tuhan sebagai prioritas.
Kehidupan manusia yang mengenal dimensi waktu dan ruang ini memang sangat aneh menurut standar kenormalan. Kehidupan kita penuh dengan karakter, perilaku, sifat, sikap yang lebih sering paradoks daripada pararel. Dan itu adalah kehidupan itu sebenarnya. Membayangkan kehidupan yang aneh dan paradoks tersebut, saya tidak bisa membayangkan bagaimana peradaban manusia tanpa agama, peraturan, atau etika sosial. Dan inilah alasan yang membuat saya tetap menyadari bahwa kehidupan manusia memang membutuhkan peran agama, tidak lebih dari untuk untuk menjinakkan kebrutalan manusia itu.
Satu bacaan yang paling saya ingat yang selalu mampu mengingatkan saya ketika keliaran sudah muncul adalah doktrin-doktrin dari Thomas Hobbes' Leviathan tentang nature dari kehidupan manusia yang sangat mengerikan: “In such condition, there is no place for industry; because the fruit thereof is uncertain: and consequently no culture of the earth; no navigation, nor use of the commodities that may be imported by sea; no commodious building; no instruments of moving, and removing, such things as require much force; no knowledge of the face of the earth; no account of time; no arts; no letters; no society; and which is worst of all, continual fear, and danger of violent death; and the life of man, solitary, poor, nasty, brutish, and short.”
Namun jangan lupa, semua aturan juga dinamis mengikuti peradaban. Apa yang layak menurut manusia pada 5.000 tahun lalu, mungkin sudah dinistakan dalam peradaban detik ini. Apa yang layak menurut peradaban detik ini, juga mungkin sudah akan dinistakan oleh 100 garis keturunan di bawah kita nanti. Jika saat ini misalnya menikah dengan saudara sedarah adalah tidak layak dan nista, siapa tahu 100 keturunan kita dibawah malah menganggap pernikahan sedarah adalah yang paling ideal.
Satu poin yang saya dapatkan adalah: Kita boleh saja memiliki standar utopis sesuai idealisme masing-masing, namun harus tetap ingat bahwa kita hidup di peradaban yang sekarang. Memperjuangkan idealisme sesuai dengan kebenaran yang dianut juga sah-sah saja, namun kebenaran yang bagaimana? Toh pada sumber muara dari ilmu pengetahuan, kita temukan bahwa kebenaran itu juga adalah hasil dari manipulasi dan rasionalisasi. Toh kebenaran itu juga adalah statistik dan konsensus yang menjadi pemenang, yang sebenarnya juga belum tentu benar menurut minoritas yang tidak mengikuti konsensus.
Jika kita masih memikirkan untuk hidup ideal sesuai dengan seluruh standar, maka sebenarnya kita hidup di dalam dunia mimpi. Kebaikan dan keburukan susah untuk direduksi secara sempurna dalam kehidupan manusia. Walaupun saya menganggap bahwa jahat dan egois merupakan default mode atau factory standard dari manusia ketika terlahir.
Saya percaya bahwa harmonisasi adalah unsur utama kehidupan yang ideal. Prinsip keseimbangan membuat manusia tetap sadar akan eksistensi manusia yang sangat kecil dalam alam semesta ini. Kita tidak perlu menganggap apa yang kita anut sebagai apa yang paling benar, karena memang semua manusia punya kecenderungan menganggap diri sebagai orang yang paling benar. Sebab jika kita tidak menganggap demikian, maka kita tidak akan mungkin memilih untuk menganut apa yang kita anut itu. Dan jika kita masih menganggap diri kita sebagai yang paling benar, berarti kita sama saja dengan miliaran manusia lain di dunia ini.
Dan belajar harmonisasi dan keseimbangan ini bisa kita peroleh dari alam dan seni, ditambah dengan meluangkan sedikit waktu untuk merefleksikan kehidupan. If life isn't about human beings and living in harmony, then I don't know what it's about!

Thursday, December 13, 2012

Bakrie VS Rothschild: A Tale of Two Dynasties


Menteri Perdagangan Gita Wirjawan pernah mengatakan; “If anybody….wants to pursue the study of finance history, I don’t think there is anybody out there who did not have to basically come across the name Rothschild. And that is one of the most prominent name in the banking industry…”
Ya, nama besar Rothschild Family berdarah Yahudi memiliki reputasi yang sangat panjang di Eropa sejak tahun 1570. Dengan jumlah 2800 karyawan yang tersebar di 40 negara – mulai dari China, Brazil, India, Amerika Serikat, Timur Tengah hingga Asia Pasific- , Keluarga Rothschild mungkin merupakan dinasti keuangan tersukses sejagat raya. Mereka adalah peletak dasar dalam praktek-praktek sistem perbankan dan keuangan. Bahkan saya mungkin bisa mengatakan bahwa mereka adalah satu-satunya saksi sejarah perkembangan dari kapitalisme. Mereka adalah wajah kapitalisme itu sebenarnya.
Tidak ada sangketa bisnis yang paling menarik perhatian publik tahun ini selain kasus antara Keluarga Bakrie dan Keluarga Rothschild. Keduanya sama-sama merupakan keluarga kuat di kelasnya masing-masing. Keluarga Bakrie merupakan salah satu dinasti terkuat di Indonesia -penguasa aset batubara terbesar di negeri ini. Sedangkan Rothschild merupakan penguasa Eropa.
Kedua keluarga ini resmi memulai kerjasama pada Juni 2011 melalui step-up transactions rumit yang tertera dalam dokumen yang disponsori oleh J.P. Morgan Cazenova. Dokumen prospektus setebal hampir 350 halaman yang saat ini ada diatas meja saya berisi mimpi-mimpi optimis akibat sinergi bisnis yang sudah ada di depan mata mereka. Namun mungkin saat ini, isi dokumen itu sudah saatnya untuk berakhir di tong sampah.
Sebelumnya pada akhir 2010, Vallar Plc (dikuasai Rothshild) mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani perjanjian bernilai potensial senilai lebih dari USD3 miliar dengan dua perusahaan batubara Indonesia. Berdasarkan kesepakatan itu, Bakrie menukar sahamnya 25% di PT Bumi Resources (BUMI) untuk saham baru Vallar.
Bakrie Group bersama-sama dengan Recapital Advisors masuk melalui metode "backdoor listing" di Bursa Efek London dan transaksi share swap dan akuisisi dengan keluarga Rothschild senilai IDR27 triliun pada November 2010.
Mekanisme transaksi raksasa senilai IDR27 triliun dilakukan melalui dua cara, yaitu pertukaran saham dan pembayaran tunai oleh Rothschild. BNBR melepas 5,2 miliar saham (25%) di PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan harga Rp2.500 per saham atau total nilai IDR13 triliun kepada Vallar Plc. Perusahaan Investasi Rothschild membayar pembelian saham BUMI dengan menyediakan 90,1 juta saham baru Vallar senilai EUR10 per saham kepada BNBR.
Dengan transaksi ini, Bakrie melalui PT Bakrie & Brothers (BNBR) menguasai 43% Vallar Plc, sedangkan Vallar Plc akan memiliki 25% saham di BUMI.
Recapital, melalui anak perusahaannya PT Bukit Mutiara yang menguasai saham 90% di PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) merilis 26.175 juta saham BRAU, setara dengan 75% saham BRAU ke Vallar.
Saya tidak akan membahas detail dari transaksi ini, karena mungkin hanya sedikit orang yang mampu memahaminya. Inti konsolidasi raksasa ini menyebabkan BNBR bersama Rothschild dan Bukit Mutiara menjadi perusahaan induk dari Vallar Plc.
Vallar Plc kemudian berganti nama menjadi Bumi Plc pada tanggal 28 Juni 2011 dan tercatat di London Stock Exchange.
Pada Oktober 2011, BNBR mengalami kesulitan membayar dan melunasi pinjaman sindikasi global sebesar USD597 juta yang diatur oleh Credit Suisse dengan jaminan kepemilikan 47% di Bumi Plc -jaminan atas USD1,35 miliar dalam bentuk pinjaman sindikasi yang diatur oleh Credit Suisse di Maret 2011. Namun akibat penurunan harga saham di London, saham itu tidak cukup untuk memenuhi persyaratan agunan, terseret oleh anjloknya harga batubara.
Grup Bakrie mencari jalan keluar dengan melakukan negosiasi dengan Glencore -perusahaan trader komoditas terbesar di dunia yang berbasis di Swiss- untuk membiayai kembali utang kepada Credit Suisse tersebut.  Namun kesepakatan tidak berhasil dicapai akibat Glencore yang tidak nyaman dengan proposal yang ditawarkan oleh Grup Bakrie.
Setelah gagal mencapai kesepakatan dengan Glencore, Samin Tan akhirnya muncul sebagai penyelamat untuk Bakrie. Borneo Lumbung Energi (BORN) yang dimiliki Samin Tan telah setuju untuk membeli saham 23,8% Bumi Plc dari BNBR di harga GBP10.9, premium 47% untuk harga rata-rata Bumi Plc selama 20 hari terakhir. Transaksi tersebut sepenuhnya didanai dengan pinjaman USD1 miliar jangka senior dengan jatuh tempo dalam lima tahun dari Standard Chartered Bank (Stanchart) dengan tingkat bunga 5.65% + USD LIBOR.  BORN menjaminkan anak perusahaannya yaitu PT Asmin Koalindo Tutup (AKT) dan Borneo Mining Services (BMS) atas pinjaman tersebut.
Pasca deal tersebut, Bakrie dan Samin Tan berbagi kepemilikian atas 47% saham di BUMI Plc.
Belakangan BORN kesulitan dalam melakukan pembayaran terhadap pokok dan bunga hutang tersebut yang menyebabkan mundurnya salah seorang pengawai Standchart yang mengatur pinjaman tersebut. Sumber yang terpercaya mengatakan bahwa orang tersebut sebenarnya dipecat.
Kerjasama strategis tersebut akhirnya pecah ketika Nathaniel Rothschild (Nat) mengirimkan surat ke manajemen BUMI Resources per tanggal 8 November 2011 yang mengkritik buruknya tata kelola perusahaan di BUMI Resources. Dan sejak itu, hubungan Rothshild dan mitranya di Indonesia (Bakrie dan Samin Tan) terus memburuk. Perang pernyataan melalui media terjadi terus menerus. Rotschild juga memutuskan untuk melakukan investigasi terhadap financial irregularities yang terjadi dalam BUMI Resources yang akhirnya menyimpulkan terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh keluarga Bakrie.
Konflik masih terus berlanjut hingga saat ini, belum jelas bagaimana akhirnya. Yang jelas, kekuatan Bakrie tidak sebanding dengan kekuatan Rothshild secara global. Namun dalam teritorial Indonesia, Bakrie jelas lebih berkuasa dibanding Rothschild.
Saya teringat dengan salah satu credo dalam berbisnis, yang mengajarkan pebisnis untuk tetap waspada dan selalu curiga terhadap tawaran kerjasama bisnis: “Keep in mind that 10 out of 11 people came to you offering coal assets are crooks, while the other one is trying to trick you”. Ya seperti yang sering saya katakan, semuanya hanyalah tentang uang dan kekuasaan. Banyak pembual dan penipu berkeliaran di luar sana.
Dan yang jelas, Bakrie sedang menghadapi permasalahan besar saat ini. Seorang investment banker teman saya berkata “Bakrie mencoba mengibuli Rotschild sama saja dengan Bakrie sedang mencari mati!”.

Tuesday, November 20, 2012

Chairul Tanjung: Akuisisi Carrefour, Bisnis dan Politik


Akhirnya ambisi Chairul Tanjung (CT) untuk menguasai 100% Carrefour Indonesia tercapai, menjawab desas-desus yang sudah beredar belakangan ini. CT Corpora melalui PT Trans Retail berhasil mengambil alih sisa 60% kepemilikan di Carrefour dengan nilai transaksi sebesar EUR 525 juta (USD 673m), setelah sebelumnya sudah menguasai 40% melalui akuisisi pada tahun 2010 dengan nilai transaksi IDR 3 triliun. Dengan valuasi Carrefour Indonesia senilai EUR 830juta dan jumlah otlet 85 unit yang tersebar di 28 kota Indonesia, menjadikan Chairul sebagai raja peritel Indonesia.
Bagi Carrefour Global, ini merupakan langkah exit melalui divestasi yang kesekian kali, setelah sebelumnya melakukan hal yang sama terhadap unit bisnis mereka di Malaysia, Kolumbia, Yunani, dan Singapura. Carrefour Global sedang menjalankan strategi baru untuk berfokus di wilayah Eropa, China, dan Amerika Selatan.
Sudah sejak lama pula CT mengemukakan ambisinya untuk mengendalikan penuh Carrefour Asia Tenggara dan Indonesia. Namun transaksi tersebut gagal karena Carrefour Malaysia diserahkan kepada Khazanah Nasional dan unit Thailand kepada Casio.
Spekulasi yang beredar mengatakan bahwa sejak awal peran presiden tidak bisa dilepaskan dalam transaksi ini. Pada tahun 2010, masuknya Chairul Tanjung ke Carrefour Indonesia dinilai merupakan strategi dari Carrefour International untuk mengamankan bisnisnya di Indonesia dan membantu menyelamatkan Carrefour Indonesia dari tekanan bisnis yang dilakukan oleh Grup Lippo. Lippo Hypermart  dan Carrefour merupakan 2 pemain utama di bisnis supermarket di Indonesia yang saling bersaing. Carrefour juga sering dituduh melakukan tekanan kepada pemasok (supplier) untuk menjual harga murah ke Carrefour.
Chairul Tanjung muncul sebagai fenomena baru saat ini. Pada tahun 2012, Forbes menyebutkan Chairul Tanjung sebagai the rising star” Indonesia dan memasukkan ke dalam daftar 1.000 orang terkaya di dunia. Chairul berada di peringkat 634 dengan kekayaan USD 2 miliar. Konglomerasi bisnis Chairul Tanjung bernaung dibawah CT Corpora dengan total aset sekitar USD 7 miliar per Desember 2010.
Di bidang media, Trans Corp mengelola stasiun televisi Trans TV dan Trans 7, dan portal berita online detik.com yang merupakan situs berita terbesar di Indonesia dengan pembaca aktif sekitar 3 juta orang per hari. Trans Corp menguasai media detik.com pada Juli 2011 melalui akuisisi senilai USD 60 juta, yang merupakan nilai transaksi terbesar untuk bisnis media online di Indonesia.
Di industri lifestyle, CT memiliki franchise eksklusif untuk 22 merek internasional papan atas yang beroperasi di hampir 100 butik di 5 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan). Selain itu, Para Group juga memiliki Coffee Bean, Baskin Robbins, biro travel terkemuka Antatour dan Vayatour, dan Metro Department Store.
Trans Corp juga mengoperasikan arena taman hiburan Trans Studio di Makassar dan Bandung. Chairul berencana akan mendirikan Trans Studio di 20 kota dengan nilai investasi sekitar IDR 20 triliun.
Di bidang penguasaan SDA, CT Global Resources merupakan holding untuk bisnis Chairul Tanjung di sektor perkebunan, energy, pertambangan, pertanian, dan infrastruktur. Portofolio utama di sektor ini adalah CT Agro, memegang konsesi 60.000 hektar perkebunan kelapa sawit di daerah Kalimantan. Memang unit bisnis CT di sektor ini belum terlihat kiprahnya.
Di dunia politik, Chairul menjabat sebagai Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) dibawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak Juni 2010. Institusi ini di bawah Presiden dan bertanggung jawab terhadap Presiden, tapi tidak bertanggung jawab pada menteri melainkan berkoordinasi dengan Menko Perekonomian. KEN beranggotakan beberapa ekonom dan konglomerat terkenal di Indonesia. Mayoritas mereka ini adalah tokoh-tokoh yang ikut membantu terpilihnya SBY sebagai Presiden sehingga sangat kental dengan aroma balas jasa. Tokoh-tokoh lain yang tergabung dalam KEN adalah: Chatib Basri, Aviliani, Sandiaga Uno, TP Rachmat, Faisal Basri, Raden Pardede, Erwin Aksa, James Riady, Peter Gontha, Hartati Murdaya, dll.
Chairul Tanjung memang memiliki track record yang masih positif di Indonesia. Konsolidasi seluruh bisnisnya ke dalam CT Corp terjadi di Era Reformasi sehingga stigma negatif pebisnis warisan rezim Soeharto tidak dialami oleh Chairul dan perusahaannya. Chairul Tanjung tidak pernah terlibat dengan dana BLBI sebagai dosa terbesar mayoritas pengusaha besar Orde Baru. Namun, posisi Chairul Tanjung sebagai ketua Komite Ekonomi Nasional dinilai juga mengalami conflict of interests,  sebab CT adalah seorang konglomerat nasional yang merupakan penyumbang terhadap kampanya pemenangan Presiden SBY.
Sepertinya akan banyak kejutan-kejutan lain di depan dari tokoh ini. Untuk mengendalikan isu dan konsensus publik: CT sudah memiliki media dan dekat dengan Hendropriyono (baca disini), untuk mengendalikan perut masyarakat: CT sudah memiliki Carrefour, untuk mengendalikan presiden dan kebijakan ekonomi: CT sudah menjadi ketua KEN, untuk mengendalikan aliran uang: CT sudah memiliki Bank Mega, apalagi yang kurang? Mari kita ikuti manuver orang penting ini.

Thursday, November 8, 2012

Chairul Tanjung dan Propaganda Intelijen À la Hendropriyono


Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) A M Hendropriyono menulis satu artikel kontroversial di Koran Kompas 5 November 2012 berjudul “Presiden 2014: Muda Nonmiliter”. Tulisan yang sangat penting menurut saya, mungkin bisa menjadi satu bagian sejarah yang akan dicatat republik ini. Tulisan yang tajam dan menohok, yang mampu membuat panas telinga orang yang disiratkan.
Dalam tulisan itu, beliau bermain dengan argumen yang sangat baik: terstruktur, logis, dan padat - ciri khas dari seorang intelijen ketika menuliskan report. Setidaknya begitulah ilmu yang pernah saya dengarkan dari seseorang yang pernah bergelut dalam dunia informasi bawah tanah.
Bagian penting dimulai dengan sorotan, mungkin lebih tepatnya serangan terbuka terhadap purnawirawan tua yang berniat untuk menjadi calon presiden. Saya coba uraikan permainan silogisme beliau:
1. Gajah Mada tetap merupakan simbol keprajuritan yang dibanggakan TNI dan Polri.
2. Walaupun namanya besar karena jasa-jasanya yang luar biasa bagi negara, namun (Gajah Mada) tak ingin menjadi raja.
3. Sekarang, keteladanan Gajah Mada justru diikuti secara terbalik. Para purnawirawan tua membesarkan namanya lewat media massa justru karena ingin menjadi presiden.
Dari tiga buah premis berupa fakta diatas, kita dipaksa untuk mengambil kesimpulan bahwa para purnawirawan tua yang ingin menjadi presiden adalah tidak mengikuti teladan simbol keprajuritan mereka.
Beliau melakukan dua hal sekaligus: mengingatkan para purnawirawan tua dan memberi sinyal kepada publik bahwa apa yang dilakukan oleh beberapa purnawirawan tua itu tidak sesuai dengan keteladanan Gajah Mada.
Dan aroma propaganda sudah mulai tercium…
Bagian berikutnya, beliau beretorika dengan membenturkan beberapa argumentasi dan fakta untuk mengarahkan pembaca/publik mengambil kesimpulan.
1. Seorang calon presiden harus muda. Karena secara mental kaum muda punya semangat lebih menggelora. Secara fisik lebih kuat dan secara psikis lebih tahan, terutama dalam daya tahan kerja intelektual mereka.
2. Dalam teori demokrasi, dasar kedaulatan politik yang dijunjung adalah supremasi sipil. Jadi, anggota militer muda yang mau mencalonkan diri sebagai presiden harus berhenti dahulu sebagai tentara dan kembali jadi orang sipil.
3. Namun, sesuai Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Militer dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, berhenti secara tidak sah dari militer berarti desersi (meninggalkan "tugas" atau tanpa izin dan dilakukan dengan maksud tidak kembali)
4. Namun, dalam keadaan transisi, rakyat masih mendambakan lebih kuatnya disiplin nasional, baik disiplin birokrasi dan aparatur, disiplin legislasi, maupun disiplin sosial. Rakyat berharap hadirnya kepemimpinan nasional yang tegas agar ide liberal tentang kebebasan tidak terus makin bergulir ke arah anarkisme.
Dari empat buah premis diatas, kita diarahkan mengambil kesimpulan bahwa peluang anggota TNI dan Polri untuk menjadi presiden adalah tertutup, karena calon presiden muda dari kalangan militer adalah tidak memungkinkan. Namun disisi lain, rakyat masih membutuhkan figur pemimpin yang tegas seperti seorang militer.
Premis 1 dan 4 adalah argumentasi, sementara 2 dan 3 adalah fakta. Konstruksi retorika yang luar biasa, sayangnya beliau tidak memisahkan fakta dengan argumentasi. Akibatnya aroma propaganda semakin terasa.
Berikutnya beliau mengemukakan argumentasi baru tentang figur seperti apakah yang layak menjadi presiden, sebagai solusi atas permasalahan diatas.
1. Oleh karena itu, untuk menjawab keinginan rakyat kita, jalan terbaik adalah mendukung calon sipil yang berjiwa militer. Hanya pemimpin yang berjiwa tegas, disiplin, dan merakyat yang dapat membawa Indonesia benar-benar berdaulat di bidang politik, berdiri di kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.
2. Para pemuda dari kalangan sipil kini harus didorong agar berani dan mampu tampil di depan untuk membangun negara Pancasila dalam bingkai demokrasi yang beretika.
Kok rasanya saya tiba-tiba mengingat satu nama ketika membaca bagian itu. Ya, figur seperti itu pernah saya baca dalam sosok yang digambarkan buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong. Silahkan anda baca kalau ingin membuktikan.
Beliau menutup permainan argumentasi ini dengan sangat straight.
“Kesempatan bagi para purnawirawan tua untuk memimpin bangsa ini dengan berada di depan dirasakan telah cukup. Sekarang waktunya kaum militer muda dan bekas militer yang sudah tua mendukung kepemimpinan nasional sipil dari belakang….”
Pesona kecerdasan dari bapak mantan intelijen negara yang terhormat ini memang sangat luar biasa. Sama seperti ketegasan yang terlihat dari sorot matanya yang tajam, yang mampu membuat orang yang diselidikinya tidak berdaya, yang mampu membuat lawan pandangnya bergidik.
Beliau terlihat seperti sedang menjalankan operasi propaganda untuk pembentukan opini publik, yang dilakukan dengan cara yang sangat elegan, yang membuat saya semakin kagum dengan profesi intelijen dan sosok beliau khususnya.
Hubungan Si Anak Singkong dengan Hendropriyono memang tidak banyak terendus publik, namun kalangan dunia usaha pasti tahu kedekatan mereka. Hendropriyono adalah komisaris di Carrefour yang dimiliki oleh Si Anak Singkong.
Kalau memang dari awal Chairul sudah merencanakan ini semua, betapa visioner dan taktisnya si Anak Singkong yang sekarang sudah berubah menjadi Si Anak Menteng ini. Saya juga semakin kagum dengan sosok Chairul Tanjung.
Si Anak Singkong yang memiliki banyak modal, didukung oleh ketajaman insting ala intelijen yang dimiliki Hendropriyono, adalah kombinasi yang tak terbayangkan. Calon Presiden yang didukung oleh operasi-operasi intelijen yang kuat adalah strategi yang luar biasa, bahkan mungkin tidak akan mampu dibendung. Apalagi jika digandakan dengan kekuatan mesin Partai Politik.
Succes story peran vital dari kekuatan intelijen bisa dilihat dari Israel yang didukung oleh kecanggihan Mossad. Ilmuwan berdarah Yahudi Charles Proteus Steinmetz (1865 – 1923) yang sudah mematenkan lebih dari 200 penemuan, pernah berkata: “Akan tiba waktunya bagi suatu negara kecil berdaulat, yang lapisan pertama pertahanannya adalah pengetahuan.” Dan nubuat tersebut akhirnya terjadi pada Israel, negara yang tidak memiliki apa-apa tetapi mampu berdaulat. Semuanya karena peran ilmu pengetahuan yang dimiliki intelijen Mossad mereka.
Jika Obama Si Anak Menteng baru saja terpilih jadi Presiden Amerika Serikat untuk periode yang kedua, mungkinkah Chairul Si Anak Singkong akan terpilih jadi Presiden Indonesia?
Dan yakinlah, Bapak Hendropriyono tidak akan menuntut apa-apa, sesuai dengan prinsip hidup seorang intelijen: "Berani tidak dikenal, mati tidak dicari, berhasil tidak dipuji, dan gagal dicaci maki." Selamat berjuang dari belakang, semoga bapak sehat selalu.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Note: Ternyata sudah ada yg bersusah payah mengetik artikel Hendropriyono dalam Koran Kompas tersebut, klik disini untuk membaca.

Sunday, November 4, 2012

Sang Ksatria SBY dan Blok Migas Tangguh


Salah satu media nasional tanggal 2 November 2012 menulis: “Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik berhasil meyakinkan perusahaan minyak Inggris British Petroleum (BP) untuk berinvestasi di Indonesia...”
Sedikit heran membacanya. Apakah ini tidak terbalik? Layaknya BP lah yang harus meyakinkan pemerintah Indonesia. Ya, mungkin ini hanya permainan kata-kata dalam rilis ke media lokal untuk mengkondisikan bahwa secara posisi tawar Indonesia ada diatas.
Dan ketika saya melihat press release yang diberikan oleh BP kepada media di inggris, terlihat ada nada yang berbeda. Mereka menulis “Indonesia’s Ministry of Energy and Mineral Resources and oil and gas executive agency BPMIGAS have approved in principle the Plan of Further Development (POFD)...”
“No free lunch”. Saya langsung mengingat istilah ini ketika pertama kali mendengar Kerajaan Inggris akan menganugerahkan gelar “Knighthood” kepada Presiden SBY dalam satu kunjungan kenegaraan resmi ke London. Presiden SBY sudah jelas merupakan tipikal masyarakat Indonesia umumnya, senang dengan gelar dan pujian. Inggris sangat memahami psikologis ini.
Namun pemerintahan Presiden SBY sebenarnya tidak akan berumur lama lagi, tinggal menyisakan hingga 2014. Berarti ada sesuatu yang sangat penting bagi Inggris dalam sisa umur pemerintahan SBY ini. Kalau memang Inggris bertujuan untuk kepentingan jangka panjang, bukankah akan lebih baik jika mereka mendekati kandidat calon-calon presiden: Dahlan Iskan, Ical, Prabowo, atau Gita Wirjawan?
Hmm, berarti Inggris memiliki kepentingan untuk jangka pendek, setidaknya dalam sisa masa pemerintahan SBY ini.
BP memang merupakan operator blok Gas dan Minyak Bumi Tangguh di Papua, yang katanya merupakan salah satu blok terbesar yang ada di negeri ini. Dan saat ini pemerintah sedang melakukan pembenahan dalam pengelolaan blok migas. Dan Blok Tangguh merupakan salah satu isu hangat, termasuk rencana negosiasi harga yang selama ini cenderung merugikan Indonesia. Rencana harga negosiasi baru ini akan mulai diterapkan pada akhir 2013 - awal 2014. Berarti masih dalam rentang waktu pemerintahan SBY.
Yes, we got the point!
Siaran pers Kementerian ESDM mengatakan bahwa sebelum kunjungan kenegaraan tersebut, telah dilaksanakan the 1st RI - UK Energy Dialogue pada 29 - 30 Oktober 2012, yang merupakan forum tukar menukar informasi di bidang minyak dan gas bumi, kelistrikan, mineral dan batubara, teknologi ramah lingkungan serta perencanaan energi. Dalam pertemuan tersebut dihasilkan beberapa kesepakatan, diantaranya adalah kesepakatan kerja sama dalam bidang energy modeling, carbon capture and storage project (CCS) dan laboratorium energi masa depan.
Ini pernyataan yang terlalu membosankan, tidak ada sesuatu yang menarik...
Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga dibahas konsep Joint of Arrangement (JoA) on Energy antara Indonesia dan Inggris, yang ditandatangani pada hari Kamis 01 Nopember 2012. JoA on Energy fokus kepada isu-isu energi yang spesifik dan identifikasi peningkatkan kerjasama antar kedua negara, dan disepakati untuk melaksanakan pertemuan rutin minimal 2 tahun sekali.
Ini masih terlalu umum dan buram, mari kita lihat lebih detil lagi wujud kerjasamanya...
Kunjungan Menteri ESDM juga bertujuan untuk meyakinkan BP untuk berinvestasi sebesar 12 miliar USD dalam pembangunan Kilang Train-3 lapangan Tangguh dan Premier Oil yang  akan melakukan investasi sebesar 700 juta USD di Indonesia.
Hmm.. akhirnya kita menemukan sesuatu yang menarik.
Pada Mei lalu, presiden sudah pernah bertemu dengan CEO BP Bob Dudley di Jakarta. Apa yang mereka bicarakan? Pernyataan ke publik memang tidak terlalu menarik, BP hanya dikatakan berkomitmen untuk melakukan investasi pengembagan energi geothermal di Indonesia. BP juga setuju untuk menransfer 230 kaki kubik gas per hari dari lapangan Tangguh di Papua untuk industri dalam negeri.
Apakah kita percaya mereka hanya membicarakan tentang ini? Kelihatannya terlalu remeh dibicarakan untuk diplomasi level seorang presiden. Mereka pasti menyembunyikan sesuatu ke publik.
Setelah pertemuan bilateral diadakan dalam kunjungan ke London tersebut, Perdana Menteri Inggris David Cameron menyatakan persetujuan POFD adalah berita yang besar bagi BP. Persetujuan ini kata dia, merupakan dorongan besar untuk Inggris melakukan perdagangan dan investasi yang lebih luas pada pasar  yang berada di negara tersebut.
Akhirnya saya memahami urgensi kepentingan bisnis BP untuk Kerajaan Inggris.
BP Regional President Asia Pacific, William Lin mengatakan proyek Tangguh akan bermanfaat dalam menunjang permintaan energi di Indonesia dan juga daerah Asia Pasifik secara lebih luas. Hal ini membawa dampak yang bermanfaat bagi Indonesia khususnya masyarakat lokal di Papua Barat.
Hahahaa. Tidakkah akan lebih elegan jika anda mengatakan bahwa proyek Tangguh ini akan menguntungkan untuk kita semua?
Dan pihak istana sibuk membantah bahwa penganugerahan gelar “Ksatria” untuk Presiden SBY  ada hubungan dengan renegosiasi Blok Tangguh.
Ya, memang sudah tugas mereka untuk membantah isu publik yang bisa melemahkan pemerintahan.
Tetapi perlu kalian sadari, kami bukan orang bodoh yang akan menelan mentah-mentah apa yang media lokal Indonesia atau press release istana kepada publik. Kami punya akses ke media internasional sehingga kami bisa mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Anyway, putra Presiden SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) ternyata ikut dalam kunjungan kenegaraan tersebut dan sibuk menulis tweet dan upload foto-foto selama perjalanan di London, termasuk ketika menginap di salah satu hotel termewah di jantung kota London JW Marriott Grosvenor House Hotel. Ibas sepertinya sangat menikmati "kunjungan wisata" ke London tersebut.
Ibas melalui akun @Edhie_Baskoro mengunggah satu foto dan menulis: “One of beautiful side inside the Kew Gardens.” Aktivis Fadjroel Rachman membalas dengan menulis: “Bos, lapor bokapmu,14 tewas di Lamsel, 2000-an pengungsi terancam & krg makan.”
Hahaha.. Saya hanya tertawa. Another paradox!!

Wednesday, October 24, 2012

The Battle for Inalum


Does history repeat itself? Pertanyaan yang sedikit bernada pesimis ini mungkin tepat kita ajukan untuk menebak apa yang akan terjadi dengan INALUM.
Kejadian yang terjadi pada Inalum saat ini jelas mirip dengan yang sudah terjadi pada Newmont Nusa Tenggara (NTT). Dalam kasus Newmont, pemerintah pusat melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) bersaing dengan konsorsium Bakrie untuk mengambil alih saham hasil divestasi dari Newmont International. Sayangnya niat pemerintah dimentahkan oleh proses politik di DPR. Dan Mahkamah Konstitusi juga ikut mementahkan keinginan PIP karena dianggap tidak konstitusional.
Kita juga masih ingat kejadian perebutan antara Bakrie dengan perusahaan BUMN PT Tambang Bukit Asam (PTBA) untuk menguasai aset batubara terbesar yang dimiliki negeri ini, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC). Dalam kejadian itu, Bakrie melalui PT Bumi Resources berhasil mengambil alih saham divestasi dari Rio Tinto dan British Petroleum (BP). Dan perebutan tersebut akhirnya berhasil dimenangkan oleh Bakrie tanpa proses dan mekanisme yang jelas.
PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) merupakan perusahaan peleburan (smelter) bahan mentah Alumina menjadi produk turunan ingot dengan kapasitas produksi tahunan 260.000 ton, dan merupakan satu-satunya perusahaan penghasil di Indonesia. Sekitar 60% dari produksi tersebut diekspor ke Jepang dan 40% digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, kontras dengan kebutuhan dalam negeri Indonesia per tahun sekitar 300.000-500.000 ton.
Selain itu, Inalum juga memiliki aset penting dua unit Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), yaitu Sigura-gura dan Tangga. Kedua pembangkit ini mampu menghasilkan tenaga listrik sebesar 426 MW.
Saat ini, 58,9% saham Inalum dikontrol oleh konsorsium perusahaan Jepang Nippon Asahan Aluminium (NAA), dan sisanya dimiliki oleh pemerintah. Sesuai dengan kontrak kerjasama, pada Oktober 2013 nanti, konsorsium Jepang wajib melepas seluruh kepemilikannya (divestasi) kepada pemegang saham dalam negeri.
Melihat nilai strategis yang dimiliki perusahaan ini, sangat wajar jika perusahaan ini menjadi bahan rebutan bagi orang-orang yang memiliki kepentingan.
Menteri Keuangan Agus Marto jelas berjuang di barisan paling depan untuk mengambil alih perusahaan ini melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Tak dapat dipungkiri bahwa nasionalisme tokoh yang satu ini sudah tak perlu diragukan lagi. Agus berani maju ke depan untuk memperjuangkan kepentingan bangsa, tak peduli dia berhadapan dengan siapa. Indonesia memang membutuhkan figur-figur seperti Agus yang menunjukkan nasionalismenya dalam tindakan.
Dan tampaknya Agus tidak ingin mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya ketika ingin mengambil alih Saham Newmont yang terhambat oleh proses politik di DPR. Agus saat ini sudah maju selangkah dengan berhasil mengamankan alokasi anggaran sebesar IDR7 triliun dana yang disiapkan untuk mengambil alih Inalum. Dana sebesar IDR5 triliun akan diambil dari APBN 2013, dan IDR2 triliun lagi dari APBN 2012.
DPR telah menyetujui anggaran pemerintah pusat ini melalui mekanisme budget. Agak mengejutkan memang bila DPR menyetujui proposal yang diajukan oleh Agus ditengah citra buruk Badan Anggaran DPR saat ini. Namun belum jelas apakah anggaran tersebut akan digunakan pemerintah melalui PIP atau bukan.
Meneg BUMN Dahlan Iskan juga pernah mengemukakan ketertarikannya untuk menguasai Inalum, melalui bendera perusahaan-perusahaan BUMN yang berhubungan dengan sektor itu. Dahlan menyatakan bahwa BUMN siap mengambil alih saham divestasi dan saat ini sudah memiliki ketersediaan dana yang cukup.
Kekuatan besar paling potensial lain yang berminat menguasai adalah PT Toba Bara Sejahtra yang dikendalikan oleh mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang merupakan tokoh terkenal di Sumatera Utara, Jendral (Purn.) Luhut Panjaitan. Luhut menggandeng pemerintah provinsi dan beberapa pemerintah kabupaten di wilayah Sumut untuk menguasai Inalum, bahkan mereka sudah menandatangani MoU sejak dua tahun lalu.
Manuver dari Luhut ini mirip dengan apa yang dilakukan Bakrie terhadap Newmont. Bakrie menggandeng pemerintah daerah untuk membentuk konsorsium mengambil alih saham divestasi Newmont. Dan kebetulan atau tidak, Luhut dikabarkan juga mempunyai kedekatan khusus dengan Bakrie. Toba Bara sendiri juga bermarkas di gedung milik Bakrie di daerah Kuningan, Jakarta. Luhut memang selalu menolak rumor yang mengatakan afiliasi bisnisnya dengan Bakrie. Namun dalam bisnis, apa yang diutarakan ke media sering berbeda dengan kenyataan.
Berbagai perusahaan asing lain dari China, India, dan Jepang dikabarkan juga ikut meramaikan persaingan. Misalnya National Aluminium Company (Nalco) yang merupakan produsen aluminium asal India sudah menyatakan siap membeli saham Inalum.
Konsorsium Jepang Nippon Asahan Aluminium (NAA) tersebut juga masih berminat untuk melanjutkan atau memperpanjang kontrak kerjasama dengan pemerintah Indonesia hingga melewati 2013.
Hal menarik lain dari kompetisi ini adalah adanya ajang adu kekuatan politik yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Pemilihan presiden akan berlangsung tahun 2014. Dan yang lebih dekat lagi, pilkada Gubernur Sumatera Utara akan berlangsung tahun depan. Bukankah politik itu biasanya membutuhkan dana besar? Ya, aroma uang memang sudah mulai terasa.
Pertanyaan diawal tadi mungkin sudah bisa kita jawab sekarang, sejarah memang biasanya akan selalu berulang, namun dengan wajah dan nama yang berbeda. Semuanya adalah tentang kekuasaan, uang, dan keserakahan manusia.
Memang masih terlalu dini untuk menyimpulkan saat ini. Yang jelas saya tidak akan pernah kehabisan cerita tentang berbagai kesalahan yang dilakukan bangsa ini dalam mengurus sumber daya dan aset-aset strategisnya. Medan pertempuran masih panjang dan genderang perang baru saja ditabuh. Mari kita duduk manis untuk menonton permainan tikus-tikus dan orang-orang berdasi.

Saturday, September 22, 2012

Jokowi dan Mimpi Masyarakat Utopia


Pasangan Joko “Jokowi” Widodo dan Basuki “Ahok” Purnama sudah terpilih menjadi pemenang pilkada DKI versi quick count. Jokowi memang adalah tokoh fenomenal yang susah untuk dibendung langkahnya. Publik sudah terlalu menyukai figurnya yang sederhana. Saya tidak tahu apakah karena Jokowi memang terlalu hebat, atau hanya karena Fauzi Bowo terlalu buruk untuk Jakarta.
Jokowi memang muncul sebagai anti-tesis dari pemerintahan saat ini. Jokowi mampu menimbulkan harapan baru untuk warga Jakarta. Figur yang menempatkan diri sebagai tokoh yang tersakiti, memang cepat mendapatkan simpati dan popularitas di masyarakat Indonesia. Ini juga yang terjadi dengan Presiden SBY tahun 2004 sehingga popularitasnya cepat meroket dan terpilih menjadi presiden.
Namun melihat orang yang ada dibelakang Jokowi, naluri skeptis saya kembali muncul. Kita tidak boleh lupa, ada dua Partai Politik dan beberapa orang tokoh besar di belakangnya. Seorang teman jurnalis yang merupakan fans Jokowi, mengatakan kepada saya bahwa partai atau tokoh tersebut tidak akan mungkin mampu melakukan intervensi kepada Jokowi selama menjadi gubernur, “Jokowi pasti tidak akan mau!”
Ah saya tidak setuju dengan pendapat itu, hal itu hanyalah ada dalam konsep masyarakat Utopia yang diciptakan Thomas More tahun 1516, itu terlalu ideal untuk dunia ini. Kita terlalu terbuai dengan figur sehingga kehilangan objektivitas. Bukankah gambaran masyakat Utopis itu hanya dalam bentuk imajiner saja, tidak akan pernah kita temukan di dunia nyata. Gambaran dimana setiap individu dalam kelompok sosial terhubung dalam sebuah jaringan membentuk sebuah kecerdasan kolektif.
Kita harus sadar, dalam setiap revolusi biasanya akan muncul penumpang gelap yang ingin ikut mencapai ambisi pribadi, kelompok atau golongannya. Saya sudah menyaksikan sendiri, beberapa pihak sudah mulai ikut menumpang dalam kemenangan Jokowi. Saya sudah melihat ada Partai Politik yang mengklaim diri ikut menyukseskan kemenangan Jokowi.
Lihat saja mundur ke belakang, reformasi tahun 1998 juga ditumpangi oleh beberapa tokoh yang tidak perlu saya sebutkan namanya. Namun penumpang gelap tersebut mayoritas saat ini sudah tersisih dengan sendirinya karena memang tidak mendapatkan simpati dari rakyat.
Suka atau tidak, sadar atau tidak, semua hal dalam hidup ini adalah tentang kepentingan, kepentingan yang seharusnya juga dilatarbelakangi uang dan kekuasaan. Hal ideal yang sempurna mungkin tak akan bisa kita temukan di dunia.
Tokoh yang ada di belakang Jokowi itu secara hitung-hitungan mungkin memang sangat kecil peluangnya untuk kembali menjadi pemimpin di negeri ini. Yang satu mungkin sudah terlalu kadaluwarsa, sedangkan yang satu lagi sudah kehilangan reputasi karena kerap dihubungkan dengan penculikan dan penembakan aktivis-aktivis dan mahasiswa tahun 1998, bahkan publik sudah terlanjur menyebutnya sebagai penjahat kemanusiaan.
Ada banyak cara untuk menjadi penguasa, tidak harus selalu dengan tampil menjadi pemimpin di depan. Ada penguasa yang memerintah dibelakang layar dengan menempatkan tokoh yang dicintai publik sebagai boneka terdepan. Padahal sebenarnya, orang dibelakang layar itulah yang mengontrol semua kebijakan di belakang.
Apakah memang Jokowi sudah dipersiapkan untuk hal yang lebih besar lagi di depan? Mungkinkah Jokowo sudah dipersiapkan untuk pilpres 2014 atau 2019? Bersiaplah untuk menghadapi tokoh-tokoh fenomenal lain, seperti Dahlan Iskan juga sangat layak diperhitungkan.
Saya bukan bermaksud untuk mengatakan Jokowi akan sama saja dengan politisi atau pemimpin yang lain. Saya hanya sekedar mengingatkan agar kita sadar dan tidak kehilangan objektivitas. Kita jangan terlena dengan figur yang berhasil menyentuh emosional manusia. Saya sendiri juga sangat mengharapkan dan mendukung beliau untuk membawa perubahan kepada Jakarta, namun tetap berusaha berpijak pada fakta dengan mengesampingkan emosional.
Seorang penulis realist besar dari Portugal José Maria de Eça de Queiroz (1840 -1900) berkata: “Politicians and diapers have one thing in common. They should both be changed regularly, and for the same reason.”