Pages

Ads 468x60px

Monday, December 31, 2012

Tinjauan Akhir Tahun Ekonomi Politik Indonesia


Kita patut mengangkat jempol kepada tim ekonomi pemerintah yang mampu menjaga pertumbuhan Indonesia tetap positif di tengah guncangan eksternal. Krisis ekonomi dari kawasan Euro dan penurunan harga komoditas memang masih mewarnai pergerakan ekonomi global tahun ini. Guncangan politik dalam negeri juga sangat berwarna tahun ini, namun relatif tidak berpengaruh ke perekonomian, bukti bahwa aktivitas ekonomi belum terpengaruh gonjang-ganjing politik.


Kilas balik 2012


Indonesia memang telah muncul menjadi idola bagi para investor global dalam beberapa tahun terakhir, mereka menyebut dengan istilah “investor darling”. Optimisme terhadap Indonesia didukung oleh limpahan sumber daya alam, tenaga kerja yang relatif murah, dan pertumbuhan masyarakat kelas menengah. Peningkatan stabilitas politik dan implementasi reformasi yang sukses, juga menjadi faktor yang paling utama yang memicu stabilitas makro. Seluruh duniapun mulai melirik dan memuja-muja Indonesia.
Kekuatan ekonomi yang berbasis domestik sudah terbukti mampu mengatasi pelemahan yang terjadi dari luar, walaupun kinerja ekspor memang ikut tertekan akibat penurunan harga komoditas global. Capaian pertumbuhan ekonomi diatas 6% mampu dicapai dengan laju inflasi yang tetap terjaga ditengah kontraksi dan perlambatan yang dialami beberapa negara yang memiliki eksposur kuat terhadap Eropa dan Amerika Serikat. Laju positif ini ditopang oleh sektor konsumsi yang tinggi dan dikombinasikan dengan sektor ekspor dan investasi.
Rating investment grade pun berhasil diraih dari Moodys dan Fitch, membuat aliran modal terus masuk ke dalam negeri. Rating layak Investasi membawa pengaruh besar ke dalam negeri, laju investasi asing terus meningkat mencapai rekor posisi tertinggi. Data BKPM mencatat peningkatan laju aliran investasi asing ke Indonesia, bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah. Realisasi total penanaman modal (Domestic Direct Investment/DDI+Foreign Direct Investment/FDI) pada Q3 2012 adalah sebesar IDR81,8 triliun, terjadi peningkatan sebesar 25,1% bila dibandingkan dengan capaian periode yang sama pada tahun 2011 (IDR65,4 triliun).
Data Euromoney Country Risk (ECR) juga menunjukkan bahwa resiko Indonesia terus mengalami penurunan sepanjang tahun ini, bergerak sejalan dengan India. Loncatan besar dalam penurunan resiko terjadi ketika Indonesia mendapatkan rating investment grade pada akhir 2011 – awal 2012.
Tahun 2012 juga ditandai dengan keberanian pemerintah mengeluarkan regulasi yang kontroversial namun bertujuan yang positif untuk jangka panjang. Satu kata yang tepat menggambarkannya adalah resource nationalism yang semakin meningkat, walaupun sebenarnya mungkin nasionalisme yang sempit. Pembatasan kepemilikan kepemilikan di perbankan, pembatasan dan pelarangan ekspor 65 bahan mineral tambang, dan pembatasan waralaba asing membuat dunia usaha sempat terkejut.
Kebijakan ekonomi politik yang yang ragu-ragu juga mewarnai tahun ini. Pemerintahan yang didukung mayoritas rakyat ternyata tidak menjamin pemerintah lebih berani mengeluarkan kebijakan non-populis. Ketidakberanian pemerintah mencabut subsidi BBM menjadi isu panas, padahal ini adalah hal kritis jika ingin menyelamatkan ruang anggaran pemerintah pusat.
Program ambisius yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang awalnya sempat dipandang pesimis juga ternyata mampu berjalan, setidaknya terlihat dari beberapa proyek yang sudah ground-breaking. Keseriusan pemerintah menggarap sektor infrastruktur Indonesia sudah terlihat.
Di bidang politik, 2012 ditandai dengan menurunnya popularitas The Ruling Party Partai Demokrat akibat kasus korupsi yang menimpa tokoh-tokoh partai, bukti kebenaran tesis the power tends to corrupt. Kekuasaan koruptif ini membuat masyarakat sudah jenuh dengan kondisi perpolitikan Indonesia, yang sekaligus membuka peluang untuk munculnya partai politik yang bisa menawarkan hal baru. Pola pikir masyarakat Indonesia memang masih mengharapkan sosok ratu adil yang mampu menyelamatkan nasib rakyat.
Profil Indonesia di mata dunia juga sudah meningkat, Indonesia mulai dianggap dalam diplomasi level internasional. Kita dapat melihat dari peran sentral Presiden SBY maupun delegasi-delegasi dari Indonesia dalam forum-forum internasional akhir-akhir ini. Indonesia semakin memiliki posisi tawar yang seharusnya berdampak positif untuk bangsa.


Tantangan Indonesia ke depan

Dan tahun depan, tantangan Indonesia masih sangat banyak, ada berbagai macam alasan yang membuat kita bisa optimis dan pesimis terhadap Indonesia.
Kesenjangan antara sektor makro dan riil masih menjadi permasalahan dalam negeri. Mekanisme transmisi kebijakan moneter yang tidak berjalan masih menjadi tren yang tidak teratasi di Indonesia. Suku bunga yang tinggi dan tidak mampu mengikuti interest rate policy dari Bank Sentral adalah permasalahan yang harus dipecahkan. Sebab apapun ceritanya, mesin pertumbuhan ekonomi riil adalah uang, yang tentunya akan efektif jika suku bunga pinjaman perbankan masuk akal.
Keraguan sudah mulai timbul ditengah optimisme yang mulai membesar. Indonesia berada di persimpangan saat ini: apakah akan terus melaju atau malah akan terjatuh di landasan sebelum sempat mencapai kemapanan? Konflik horizontal masih sering terjadi di masyarakat, dan pemerintah terlihat tidak memberikan perhatian khusus. Ini adalah masalah yang serius, seharusnya pemerintah tidak boleh membiarkan begitu saja.
Regulasi yang tidak jelas dan penuh keragu-raguan juga membuat beberapa investor asing mulai pesimis melihat iklim investasi Indonesia. Masalah yang pengusaha hadapi di Indonesia biasanya terkait dengan tumpang tindih dan penafsiran peraturan oleh instansi pemerintah yang berbeda. Sudah kita saksikan sendiri bahwa regulasi pemerintah tak lebih dari sekedar untuk menuruti tuntutan publik tanpa memiliki tujuan jangka panjang yang jelas.
Penyakit kronis korupsi juga masih menjadi hambatan utama pembangunan di Indonesia.
Demonstrasi buruh juga terus bermunculan. Kadin mengemukakan bahwa beberapa perusahaan asing berencana untuk menghentikan produksi di Indonesia akibat situasi perburuhan yang tidak bersahabat. Mereka mengeluhkan akan tenaga kerja yang tidak memiliki skill tetapi banyak tuntutan. Indonesia sudah tidak kompetitif dibandingkan dengan Vietnam dan Kamboja.
Tahun 2013 juga akan ditandai dengan perpindahan regulator sektor keuangan dari BI dan Bapepam-LK ke lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kita berharap banyak terhadap peran regulator baru ini semoga mampu membawa efisiensi ke dalam sektor keuangan.
Tahun depan situasi politik akan memanas menyambut pemilihan presiden 2014. Beberapa kandidat sudah mengambil ancang-ancang saat ini. Diperkirakan situasi akan terus memanas, bahkan aroma tekanan politik tidak sehat sudah mulai terasa di tahap awal verifikasi partai politik saat ini.
Afrika Selatan baru saja mendapatkan musibah penurunan rating dari BBB+ menjadi BBB oleh S&P pada tahun ini akibat aksi mogok berkepanjangan oleh para pekerja pertambangan, termasuk resiko pemilu parlemen dan presiden Afsel di tahun 2014 nanti. Sebulan sebelumnya, Moody’s juga menurunkan rating dari A3 menjadi Baa1.
Ada kemiripan antara Indonesia dengan Afrika Selatan saat ini. Ada kemungkinan, Indonesia juga akan mengalami nasib atau musibah yang sama. Terasa masih ada persoalan struktural mendasar yang harus dibenahi di Indonesia, yang sebenarnya lebih kuat unsur pola pikir dan mental.
Cheers to a new year and another chance for us to get it right!

Thursday, December 27, 2012

If life isn't about human beings and living in harmony, then I don't know what it's about!


Mayoritas orang berargumen bahwa bila Tuhan sudah ditemukan, maka esensi dari seorang manusia ideal akan kita temukan dalam diri orang yang sudah menemukan Tuhan tersebut --walaupun mungkin memang bukan Utopis--. Namun fakta kehidupan paradoks dengan argumen itu, setidaknya apa yang sudah saya lihat di usia yang masih seperempat abad ini.
Ada orang yang berusaha mencari kesempurnaan secara manusiawi --tetap bukan utopis juga--, baru kemudian mencari Tuhan. Namun kebanyakan keidealan secara manusiawi itu tidak akan pernah berhasil dicapai dan ditemukan, sehingga Tuhan tidak akan sempat ditemukan, mengingat umur manusia yang terbatas. Dan saya lebih memilih untuk menjalani kehidupan seperti ini dibandingkan mencari Tuhan sebagai prioritas.
Kehidupan manusia yang mengenal dimensi waktu dan ruang ini memang sangat aneh menurut standar kenormalan. Kehidupan kita penuh dengan karakter, perilaku, sifat, sikap yang lebih sering paradoks daripada pararel. Dan itu adalah kehidupan itu sebenarnya. Membayangkan kehidupan yang aneh dan paradoks tersebut, saya tidak bisa membayangkan bagaimana peradaban manusia tanpa agama, peraturan, atau etika sosial. Dan inilah alasan yang membuat saya tetap menyadari bahwa kehidupan manusia memang membutuhkan peran agama, tidak lebih dari untuk untuk menjinakkan kebrutalan manusia itu.
Satu bacaan yang paling saya ingat yang selalu mampu mengingatkan saya ketika keliaran sudah muncul adalah doktrin-doktrin dari Thomas Hobbes' Leviathan tentang nature dari kehidupan manusia yang sangat mengerikan: “In such condition, there is no place for industry; because the fruit thereof is uncertain: and consequently no culture of the earth; no navigation, nor use of the commodities that may be imported by sea; no commodious building; no instruments of moving, and removing, such things as require much force; no knowledge of the face of the earth; no account of time; no arts; no letters; no society; and which is worst of all, continual fear, and danger of violent death; and the life of man, solitary, poor, nasty, brutish, and short.”
Namun jangan lupa, semua aturan juga dinamis mengikuti peradaban. Apa yang layak menurut manusia pada 5.000 tahun lalu, mungkin sudah dinistakan dalam peradaban detik ini. Apa yang layak menurut peradaban detik ini, juga mungkin sudah akan dinistakan oleh 100 garis keturunan di bawah kita nanti. Jika saat ini misalnya menikah dengan saudara sedarah adalah tidak layak dan nista, siapa tahu 100 keturunan kita dibawah malah menganggap pernikahan sedarah adalah yang paling ideal.
Satu poin yang saya dapatkan adalah: Kita boleh saja memiliki standar utopis sesuai idealisme masing-masing, namun harus tetap ingat bahwa kita hidup di peradaban yang sekarang. Memperjuangkan idealisme sesuai dengan kebenaran yang dianut juga sah-sah saja, namun kebenaran yang bagaimana? Toh pada sumber muara dari ilmu pengetahuan, kita temukan bahwa kebenaran itu juga adalah hasil dari manipulasi dan rasionalisasi. Toh kebenaran itu juga adalah statistik dan konsensus yang menjadi pemenang, yang sebenarnya juga belum tentu benar menurut minoritas yang tidak mengikuti konsensus.
Jika kita masih memikirkan untuk hidup ideal sesuai dengan seluruh standar, maka sebenarnya kita hidup di dalam dunia mimpi. Kebaikan dan keburukan susah untuk direduksi secara sempurna dalam kehidupan manusia. Walaupun saya menganggap bahwa jahat dan egois merupakan default mode atau factory standard dari manusia ketika terlahir.
Saya percaya bahwa harmonisasi adalah unsur utama kehidupan yang ideal. Prinsip keseimbangan membuat manusia tetap sadar akan eksistensi manusia yang sangat kecil dalam alam semesta ini. Kita tidak perlu menganggap apa yang kita anut sebagai apa yang paling benar, karena memang semua manusia punya kecenderungan menganggap diri sebagai orang yang paling benar. Sebab jika kita tidak menganggap demikian, maka kita tidak akan mungkin memilih untuk menganut apa yang kita anut itu. Dan jika kita masih menganggap diri kita sebagai yang paling benar, berarti kita sama saja dengan miliaran manusia lain di dunia ini.
Dan belajar harmonisasi dan keseimbangan ini bisa kita peroleh dari alam dan seni, ditambah dengan meluangkan sedikit waktu untuk merefleksikan kehidupan. If life isn't about human beings and living in harmony, then I don't know what it's about!

Thursday, December 13, 2012

Bakrie VS Rothschild: A Tale of Two Dynasties


Menteri Perdagangan Gita Wirjawan pernah mengatakan; “If anybody….wants to pursue the study of finance history, I don’t think there is anybody out there who did not have to basically come across the name Rothschild. And that is one of the most prominent name in the banking industry…”
Ya, nama besar Rothschild Family berdarah Yahudi memiliki reputasi yang sangat panjang di Eropa sejak tahun 1570. Dengan jumlah 2800 karyawan yang tersebar di 40 negara – mulai dari China, Brazil, India, Amerika Serikat, Timur Tengah hingga Asia Pasific- , Keluarga Rothschild mungkin merupakan dinasti keuangan tersukses sejagat raya. Mereka adalah peletak dasar dalam praktek-praktek sistem perbankan dan keuangan. Bahkan saya mungkin bisa mengatakan bahwa mereka adalah satu-satunya saksi sejarah perkembangan dari kapitalisme. Mereka adalah wajah kapitalisme itu sebenarnya.
Tidak ada sangketa bisnis yang paling menarik perhatian publik tahun ini selain kasus antara Keluarga Bakrie dan Keluarga Rothschild. Keduanya sama-sama merupakan keluarga kuat di kelasnya masing-masing. Keluarga Bakrie merupakan salah satu dinasti terkuat di Indonesia -penguasa aset batubara terbesar di negeri ini. Sedangkan Rothschild merupakan penguasa Eropa.
Kedua keluarga ini resmi memulai kerjasama pada Juni 2011 melalui step-up transactions rumit yang tertera dalam dokumen yang disponsori oleh J.P. Morgan Cazenova. Dokumen prospektus setebal hampir 350 halaman yang saat ini ada diatas meja saya berisi mimpi-mimpi optimis akibat sinergi bisnis yang sudah ada di depan mata mereka. Namun mungkin saat ini, isi dokumen itu sudah saatnya untuk berakhir di tong sampah.
Sebelumnya pada akhir 2010, Vallar Plc (dikuasai Rothshild) mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani perjanjian bernilai potensial senilai lebih dari USD3 miliar dengan dua perusahaan batubara Indonesia. Berdasarkan kesepakatan itu, Bakrie menukar sahamnya 25% di PT Bumi Resources (BUMI) untuk saham baru Vallar.
Bakrie Group bersama-sama dengan Recapital Advisors masuk melalui metode "backdoor listing" di Bursa Efek London dan transaksi share swap dan akuisisi dengan keluarga Rothschild senilai IDR27 triliun pada November 2010.
Mekanisme transaksi raksasa senilai IDR27 triliun dilakukan melalui dua cara, yaitu pertukaran saham dan pembayaran tunai oleh Rothschild. BNBR melepas 5,2 miliar saham (25%) di PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan harga Rp2.500 per saham atau total nilai IDR13 triliun kepada Vallar Plc. Perusahaan Investasi Rothschild membayar pembelian saham BUMI dengan menyediakan 90,1 juta saham baru Vallar senilai EUR10 per saham kepada BNBR.
Dengan transaksi ini, Bakrie melalui PT Bakrie & Brothers (BNBR) menguasai 43% Vallar Plc, sedangkan Vallar Plc akan memiliki 25% saham di BUMI.
Recapital, melalui anak perusahaannya PT Bukit Mutiara yang menguasai saham 90% di PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) merilis 26.175 juta saham BRAU, setara dengan 75% saham BRAU ke Vallar.
Saya tidak akan membahas detail dari transaksi ini, karena mungkin hanya sedikit orang yang mampu memahaminya. Inti konsolidasi raksasa ini menyebabkan BNBR bersama Rothschild dan Bukit Mutiara menjadi perusahaan induk dari Vallar Plc.
Vallar Plc kemudian berganti nama menjadi Bumi Plc pada tanggal 28 Juni 2011 dan tercatat di London Stock Exchange.
Pada Oktober 2011, BNBR mengalami kesulitan membayar dan melunasi pinjaman sindikasi global sebesar USD597 juta yang diatur oleh Credit Suisse dengan jaminan kepemilikan 47% di Bumi Plc -jaminan atas USD1,35 miliar dalam bentuk pinjaman sindikasi yang diatur oleh Credit Suisse di Maret 2011. Namun akibat penurunan harga saham di London, saham itu tidak cukup untuk memenuhi persyaratan agunan, terseret oleh anjloknya harga batubara.
Grup Bakrie mencari jalan keluar dengan melakukan negosiasi dengan Glencore -perusahaan trader komoditas terbesar di dunia yang berbasis di Swiss- untuk membiayai kembali utang kepada Credit Suisse tersebut.  Namun kesepakatan tidak berhasil dicapai akibat Glencore yang tidak nyaman dengan proposal yang ditawarkan oleh Grup Bakrie.
Setelah gagal mencapai kesepakatan dengan Glencore, Samin Tan akhirnya muncul sebagai penyelamat untuk Bakrie. Borneo Lumbung Energi (BORN) yang dimiliki Samin Tan telah setuju untuk membeli saham 23,8% Bumi Plc dari BNBR di harga GBP10.9, premium 47% untuk harga rata-rata Bumi Plc selama 20 hari terakhir. Transaksi tersebut sepenuhnya didanai dengan pinjaman USD1 miliar jangka senior dengan jatuh tempo dalam lima tahun dari Standard Chartered Bank (Stanchart) dengan tingkat bunga 5.65% + USD LIBOR.  BORN menjaminkan anak perusahaannya yaitu PT Asmin Koalindo Tutup (AKT) dan Borneo Mining Services (BMS) atas pinjaman tersebut.
Pasca deal tersebut, Bakrie dan Samin Tan berbagi kepemilikian atas 47% saham di BUMI Plc.
Belakangan BORN kesulitan dalam melakukan pembayaran terhadap pokok dan bunga hutang tersebut yang menyebabkan mundurnya salah seorang pengawai Standchart yang mengatur pinjaman tersebut. Sumber yang terpercaya mengatakan bahwa orang tersebut sebenarnya dipecat.
Kerjasama strategis tersebut akhirnya pecah ketika Nathaniel Rothschild (Nat) mengirimkan surat ke manajemen BUMI Resources per tanggal 8 November 2011 yang mengkritik buruknya tata kelola perusahaan di BUMI Resources. Dan sejak itu, hubungan Rothshild dan mitranya di Indonesia (Bakrie dan Samin Tan) terus memburuk. Perang pernyataan melalui media terjadi terus menerus. Rotschild juga memutuskan untuk melakukan investigasi terhadap financial irregularities yang terjadi dalam BUMI Resources yang akhirnya menyimpulkan terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh keluarga Bakrie.
Konflik masih terus berlanjut hingga saat ini, belum jelas bagaimana akhirnya. Yang jelas, kekuatan Bakrie tidak sebanding dengan kekuatan Rothshild secara global. Namun dalam teritorial Indonesia, Bakrie jelas lebih berkuasa dibanding Rothschild.
Saya teringat dengan salah satu credo dalam berbisnis, yang mengajarkan pebisnis untuk tetap waspada dan selalu curiga terhadap tawaran kerjasama bisnis: “Keep in mind that 10 out of 11 people came to you offering coal assets are crooks, while the other one is trying to trick you”. Ya seperti yang sering saya katakan, semuanya hanyalah tentang uang dan kekuasaan. Banyak pembual dan penipu berkeliaran di luar sana.
Dan yang jelas, Bakrie sedang menghadapi permasalahan besar saat ini. Seorang investment banker teman saya berkata “Bakrie mencoba mengibuli Rotschild sama saja dengan Bakrie sedang mencari mati!”.