Pages

Ads 468x60px

Tuesday, May 14, 2013

Skandal Bloomberg Terminal dan Insider Information

Kontan, 17 Mei 2013
Skandal penyalahgunaan informasi Bloomberg Terminal menyeruak beberapa hari ini. Isu ini tidaklah main-main sebab layanan ini digunakan oleh raksasa-raksasa keuangan dunia. Bahkan Gubernur Bank Sentral US (The Fed) Ben Bernanke menjadi sasaran penyusupan melalui Bloomberg Terminal. Siaran berita keuangan CNBC terus memanfaatkan isu ini untuk menjatuhkan reputasi Bloomberg. Wajar saja mengingat mereka merupakan kompetitor satu sama lain di divisi media televisi. Skandal ini juga memicu disorotnya kembali isu privasi terhadap informasi-informasi rahasia bisnis.
Skandal ini bermula dari Goldman Sachs yang mengajukan protes kepada Bloomberg. Goldman menuding jurnalis Bloomberg  memata-matai karyawan Goldman dengan menggunakan terminal Bloomberg  yang mereka gunakan.
Pada bulan lalu, seorang reporter Bloomberg Hongkong menghubungi Goldman Sachs dan menanyakan mengapa salah seorang eksekutif tidak pernah menggunakan mesin Bloombergnya dalam waktu yang cukup lama. Ini akhirnya menimbulkan kecurigaan bahwa ternyata reporter Bloomberg memata-matai aktifitas eksekutif di Goldman Sachs tersebut.
Yang menjadi masalah adalah reporter Bloomberg memanfaatkan akses informasi rahasia melalui terminal tersebut untuk bahan informasi ke media. Padahal sebenarnya layanan Bloomberg Terminal ini adalah divisi yang berbeda dengan divisi media (televisi dan majalah). Bagaimana mungkin seorang wartawan televisi Bloomberg memiliki akses terhadap pengguna layanan Bloomberg Terminal?
Bagi anda yang awam, Bloomberg Terminal adalah seperangkat komputer yang menyediakan data informasi keuangan secara realtime yang tersambung dengan seluruh belahan bumi melalui platform elektronik. Sistem perintah, monitor, dan keyboard yang digunakan perangkat ini juga berbeda dengan komputer umumnya. Oleh sebab itu seseorang biasanya membutuhkan training untuk bisa mengoperasikan.
Perusahaan ini didirikan dan 88% sahamnya dimiliki oleh Michael Bloomberg yang saat ini merupakan Walikota New York. Michael dulunya adalah seorang investment banker di Salomon Brothers dan saat ini tercatat sebagai orang terkaya nomor 7 di Amerika Serikat.
Pemain terminal informasi ini hanya ada dua di dunia saat ini, yaitu Bloomberg dan Reuters.
Layanan yang satu ini sangat mahal harganya. Perusahaan menghabiskan dana miliaran rupiah per tahun untuk mendapatkan layanan lengkap dengan seperangkat komputer yang dipinjamkan. Seingat saya layanan paling minimalnya harus membayar biaya subscription sekitar Rp 150 juta dan biaya langganan bulanan sekitar Rp 15 juta per user account untuk paket yang paling basic.
Peralatan yang satu ini memang sangat canggih dan menawarkan banyak kemudahan. Dengan sekali klik, kita bisa mendapatkan informasi keuangan dari New York, London, Frankfurt, Zurich, Hongkong, Tokyo, atau Singapura. Bahkan dari Jakarta kita bisa berkomunikasi dengan  seorang analis di Wallstreet dengan memanfaatkan alat ini. Borderless world!
Saya ingat sekitar 3 tahun lalu saat masih bekerja di level junior analis, setiap pagi sebelum pasar dibuka, saya bekerja dengan perangkat ini untuk melakukan update data keuangan dunia dan mengimpor ke dokumen excel untuk kemudian dilampirkan dalam research report yang didistribusikan kepada nasabah institusi dan ritel.
Bloomberg terminal mungkin adalah sesuatu yang wajib untuk profesional keuangan. Bank Sentral, otoritas pasar modal, perusahaan sekuritas, investment banking, bank komersial, asuransi, dan fund manager menggunakan platform ini. Saat ini ada lebih dari 315 ribu pelanggan di seluruh dunia.
Bank Sentral dan otoritas pasar modal menggunakan layanan ini untuk memantau informasi keuangan dunia. Divisi treasury di bank menggunakan layanan ini untuk mengatur transaksi atau lindung nilai (hedging) yang berhubungan dengan currency atau foreign exchange. Perusahaan asuransi dan fund manager menggunakan layanan ini untuk memantau portofolio mereka yang tersebar di seluruh dunia.

Insider information

Isu privacy pun kembali menjadi sorotan saat ini. Pun saya dari dulu sudah sering memikirkan betapa banyaknya celah untuk mendapatkan informasi rahasia perusahaan, salah satunya melalui mesin Bloomberg ini.
Di era sekarang ini dimana informasi kebanyakan berbasis teknologi, dipastikan dokumen ada dalam bentuk digital. Setiap dokumen digital pasti akan meninggakan jejak. Inilah yang rentan untuk dibajak atau disusupi. Mungkin tidak perlu seorang hacker sejenius Julian Assange Wikileaks untuk menembus data ini. Cukup seorang anak muda yang tekun, sabar, menguasai bahasa pemrograman, dan sanggup duduk di depan komputer berhari-hari.
Dan kebanyakan eksekutif tidak sadar bahwa data yang mereka pegang sangat sensitif dan rentan untuk dicuri. Akibatnya mereka tidak terlalu memperhatikan permasalahan security. Saya saksikan sendiri terkadang beberapa data sensitif tidak diproteksi dengan aman dan dengan mudah bisa saya ambil untuk disalahgunakan.
Berhungan dengan insider information, cara dengan menyusup melalui jaringan IT mungkin adalah yang relatif lebih sederhana dan mudah, walaupun mungkin beresiko. Sementara yang terjadi selama ini, perusahaan lebih banyak memanfaatkan jasa economic/industrial/corporate espionage yang sangat mahal. Layanan spionase intelijen bisnis pihak ketiga ini biasanya memanfaatkan karyawan atau orang dalam. Bisa jadi orang dalam tersebut disuap, atau bisa jadi juga tidak sadar bahwa dia banyak membocorkan informasi rahasia melalui obrolan-obrolan.
Kompetitor adalah salah satu pihak yang rentan mencuri informasi. Berbagai cara akan digunakan untuk mendapatkan informasi pihak lain.
Ini memang adalah wilayah yang abu-abu dan sering mengundang kritik karena tidak etis. Tetapi itu adalah praktek dalam dunia nyata. Informasi itu memang sangat mahal harganya. Siapa yang menguasai informasi, dia akan menjadi pemenang. Semoga kejadian ini bisa menyadarkan kita akan pentingnya privasi untuk data-data sensitif.



0 comments: